BAB I
PENDAHULUAN
Bisnis
dalam kehidupan ini merupakan kegiatan yang sangat penting bagi masyarakat
dalam menjalani kehidupan mereka. Sekarang ini bisnis banyak dilakukan dengan
cara-cara yang tidak benar, tidak ada kejujuran dalam menjalani kegiatan
tersebut. Banyak kecurangan yang tejadi dalam dunia bisnis dan bagian-bagian
yang berkaitan dengan bisnis tersebut. Contohnya, para pengusaha-pengusaha
menjual produknya dengan tipuan-tipuan iklan agar menarik pembeli, tetapi itu
merupakan sebuah penipuan. Dan bukan di dunia bisnisnya saja, akan tetapi
kegiatan-kegiatan yang berkaitan atau tergantung oleh bisnis, seperti para
pengusaha tidak bayar pajak, tetapi dia membayar pada orang-orang dalam kantor
perpajakan itu agar tidak membayar pajak.
Oleh
karena itu dalam makalah ini kita akan membahasa bisnis menurut cara pandang
islam, berbisnis seperti yang diajarkan rosulullah SAW, berbisnis dengan
kejujuran , dan keadilan di dalamnya.[1]
B. Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian dari bisnis ?
2.
Apa dasar
hukum bisnis dalam Islam ?
3.
Apa saja etika
bisnis dalam Islam ?
4.
Bagaimana
Rasulullah menerapkan etika dalam berbisnis ?
5.
Apa orientasi
bisnis dalam Islam ?
C. Perkembangan Ilmu Masa Keemasan Islam
1.
Mengetahui
dan menjelaskan pengertian dari bisnis.
2.
Mengetahui
dan menjelaskan dasar hukum bisnis dalam Islam.
3.
Mengetahui
dan menjelaskan etika berbisnis dalam Islam.
4.
Mengetahui
dan menjelaskan bagaimana Rasulullah menerapkan etika dalam berbisnis.
5.
Mengetahui
dan menjelaskan orientasi bisnis dalam Islam.
D. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan yang saya gunakan dalam pembuatan
makalah sederhana ini yaitu:
1.
Metode kepustakaan (Library
Research),
2.
Metode penelusuran internet (Web
Search).
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Bisnis
Secara umum bisnis diartikan sebagai
suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh pendapatan atau
penghasilan atau rizki dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya
dengan cara mengelola sumber daya ekonomi secara efektif dan efisien.[2]
Skinner mendefinisikan bisnis sebagai pertukaran barang, jasa, atau uang yang
saling menguntungkan atau memberi manfaat. Menurut Anoraga dan Soegiastuti,
bisnis memiliki makna dasar sebagai ”the buying and selling of goods
and services”. Adapun dalam pandangan Straub dan Attner, bisnis taka lain
adalah suatu organisasi yang menjalankan aktivitas produksi dan penjualan
barang-barang dan jasa-jasa yang diinginkan oleh konsumen untuk memperoleh
profit.[3]
Adapun
dalam Islam bisnis dapat dipahami sebagai serangkaian aktivitas bisnis dalam
berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah (kuantitas) kepemilikan hartanya
(barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara perolehan dan
pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan haram).[4]
Pengertian
di atas dapat dijelaskan bahwa Islam mewajibkan setiap muslim, khususnya yang
memiliki tanggungan untuk bekerja. Bekerja merupakan salah satu sebab pokok
yang memungkinkan manusia memiliki harta kekayaan. Untuk memungkinkan manusia
berusaha mencari nafkah, Allah Swt melapangkan bumi serta menyediakan berbagai
fasilitas yang dapat dimanfaatkan untuk mencari rizki.
B.
Dasar Hukum
Bisnis Dalam Islam
Dasar
– dasar hukum bisnis dalam Islam terdapat di Al-Qur’an antara lain:
1.
Surat
An-Nisa’ : 29
$yg•ƒr'¯»tƒ
šúïÏ%©!$#
(#qãYtB#uä
Ÿw
(#þqè=à2ù's?
Nä3s9ºuqøBr&
Mà6oY÷t/
È@ÏÜ»t6ø9$$Î/
HwÎ)
br&
šcqä3s?
¸ot»pgÏB
`tã
<Ú#ts?
öNä3ZÏiB
4 Ÿwur
(#þqè=çFø)s?
öNä3|¡àÿRr&
4 ¨bÎ)
©!$#
tb%x.
öNä3Î/
$VJŠÏmu‘
ÇËÒÈ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh
dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
2.
At-Taubah :
24
ö@è%
bÎ)
tb%x.
öNä.ät!$t/#uä
öNà2ät!$oYö/r&ur
öNä3çRºuq÷zÎ)ur
ö/ä3ã_ºurø—r&ur
óOä3è?uŽÏ±tãur
îAºuqøBr&ur
$ydqßJçGøùuŽtIø%$#
×ot»pgÏBur
tböqt±øƒrB
$ydyŠ$|¡x.
ß`Å3»|¡tBur
!$ygtRöq|Êös?
¡=ymr&
Nà6ø‹s9Î)
šÆÏiB
«!$#
¾Ï&Î!qß™u‘ur
7Š$ygÅ_ur
’Îû
¾Ï&Î#‹Î7y™
(#qÝÁ/uŽtIsù
4Ó®Lym
š†ÎAù'tƒ
ª!$#
¾ÍnÍöDr'Î/
3 ª!$#ur
Ÿw
“ωöku‰
tPöqs)ø9$#
šúüÉ)Å¡»xÿø9$#
ÇËÍÈ
Artinya : “Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak
, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu
usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang
kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad
di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA". dan
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.”
3.
An-Nur : 37
×A%y`Í‘
žw
öNÍkŽÎgù=è?
×ot»pgÏB
Ÿwur
ììø‹t/
`tã
Ìø.ÏŒ
«!$#
ÏQ$s%Î)ur
Ío4qn=¢Á9$#
Ïä!$tGƒÎ)ur
Ío4qx.¨“9$#
tbqèù$sƒs†
$YBöqtƒ
Ü=¯=s)tGs?
ÏmŠÏù
ÛUqè=à)ø9$#
ã»|Áö/F{$#ur
ÇÌÐÈ
Artinya: “laki-laki
yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari
mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan
zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan
menjadi goncang.”
C.
Etika Bisnis
Dalam Bismis Islam
1.
Kesatuan
(Tauhid/Unity)
Dalam
hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang
memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi,
politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep
konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.
Dari
konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi
membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi
terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat
penting dalam sistem Islam.
2.
Keseimbangan (Equilibrium/Adil)
Islam
sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat
curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan.
Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila
menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau menakar
atau menimbang untuk orang selalu dikurangi.
Kecurangan
dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan
bisnis adalah kepercayaan. Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk
menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan
kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan.
3.
Kehendak
Bebas (Free Will)
Kebebasan
merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu
tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak
adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya
dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.
Kecenderungan
manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas
dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya
melalui zakat, infak dan sedekah.
4.
Tanggungjawab
(Responsibility)
Kebebasan
tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak
menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan
keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanya secara
logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan
mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas
semua yang dilakukannya.
5.
Kebenaran: kebajikan dan kejujuran
Kebenaran
dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan,
mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis
kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi
proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan
maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.
Dengan
prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku
preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan
transaksi, kerjasama atau perjanjian dalam bisnis.[5]
D.
Panduan
Rasulullah Dalam Etika Berbisnis
Rasulullah
SAW. sangat banyak memberikan petunjuk mengenai etika bisnis, di antaranya
ialah:
1.
Bahwa prinsip
esensial dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam doktrin Islam, kejujuran
merupakan syarat paling mendasar dalam kegiatan bisnis. Rasulullah sangat
intens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam hal ini, beliau
bersabda “Siapa yang menipu kami, maka dia bukan kelompok kami” (H.R. Muslim). Rasulullah sendiri selalu bersikap jujur dalam
berbisnis. Beliau melarang para pedagang meletakkan barang busuk di sebelah
bawah dan barang baru di bagian atas.
2.
Kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan
bisnis. Pelaku bisnis menurut Islam, tidak hanya sekedar mengejar keuntungan
sebanyak-banyaknya, sebagaimana yang diajarkan Bapak ekonomi kapitalis, Adam
Smith, tetapi juga berorientasi kepada sikap ta’awun (menolong orang lain)
sebagai implikasi sosial kegiatan bisnis. Tegasnya, berbisnis, bukan mencari
untung material semata, tetapi didasari kesadaran memberi kemudahan bagi orang
lain dengan menjual barang.
3.
Tidak melakukan sumpah palsu. Nabi Muhammad
saw sangat intens melarang para pelaku bisnis melakukan sumpah palsu dalam
melakukan transaksi bisnis Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, Nabi bersabda, “Dengan
melakukan sumpah palsu, barang-barang memang terjual, tetapi hasilnya tidak berkah”. Praktek sumpah palsu dalam kegiatan bisnis saat ini
sering dilakukan, karena dapat meyakinkan pembeli, dan pada gilirannya
meningkatkan daya beli atau pemasaran. Namun, harus disadari, bahwa meskipun
keuntungan yang diperoleh berlimpah, tetapi hasilnya tidak berkah.
4.
Ramah-tamah. Seorang pelaku bisnis, harus
bersikap ramah dalam melakukan bisnis. Nabi Muhammad Saw mengatakan, “Allah
merahmati seseorang yang ramah dan toleran dalam berbisnis” (H.R. Bukhari dan Tarmizi).
5.
Tidak boleh
berpura-pura menawar dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik membeli
dengan harga tersebut. Sabda Nabi Muhammad, “Janganlah kalian
melakukan bisnis najsya (seorang pembeli tertentu, berkolusi dengan penjual
untuk menaikkan harga, bukan dengan niat untuk membeli, tetapi agar menarik
orang lain untuk membeli).
6.
Tidak boleh
menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya. Nabi Muhammad Saw
bersabda, “Janganlah seseorang di antara kalian menjual dengan maksud
untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain” (H.R. Muttafaq ‘alaih).
7.
Tidak melakukan
ihtikar. Ihtikar ialah (menumpuk dan menyimpan barang dalam masa tertentu,
dengan tujuan agar harganya suatu saat menjadi naik dan keuntungan besar pun
diperoleh). Rasulullah melarang keras perilaku bisnis semacam itu.
8.
Takaran, ukuran
dan timbangan yang benar. Dalam perdagangan, timbangan yang benar dan tepat
harus benar-benar diutamakan.
9.
Bisnis tidak
boleh menggangu kegiatan ibadah kepada Allah.
10.
Membayar upah sebelum kering keringat karyawan. Nabi Muhammad
Saw bersabda, “Berikanlah upah kepada karyawan, sebelum kering keringatnya”. Hadist ini mengindikasikan bahwa pembayaran upah tidak
boleh ditunda-tunda. Pembayaran upah harus sesuai dengan kerja yang dilakukan.
11.
Tidak monopoli.
Salah satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialah melegitimasi monopoli dan
oligopoli. Contoh yang sederhana adalah eksploitasi (penguasaan) individu
tertentu atas hak milik sosial, seperti air, udara dan tanah dan kandungan
isinya seperti barang tambang dan mineral. Individu tersebut mengeruk
keuntungan secara pribadi, tanpa memberi kesempatan kepada orang lain. Ini
dilarang dalam Islam.
12.
Tidak boleh melakukan bisnis dalam kondisi
eksisnya bahaya (mudharat) yang dapat merugikan dan merusak kehidupan individu dan
sosial. Misalnya, larangan melakukan bisnis senjata di saat terjadi chaos (kekacauan) politik. Tidak boleh menjual barang
halal, seperti anggur kepada produsen minuman keras, karena ia diduga keras,
mengolahnya menjadi miras. Semua bentuk bisnis tersebut dilarang Islam karena
dapat merusak esensi hubungan sosial yang justru harus dijaga dan diperhatikan
secara cermat.
13.
Komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal,
bukan barang yang haram, seperti babi, anjing, minuman keras, ekstasi, dsb.
Nabi Muhammad Saw bersabda, “Sesungguhnya
Allah mengharamkan bisnis miras, bangkai, babi dan “patung-patung” (H.R. Jabir).
14.
Bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa
paksaan.
15.
Segera melunasi kredit yang menjadi
kewajibannya. Rasulullah memuji seorang muslim yang memiliki perhatian serius
dalam pelunasan hutangnya. Sabda Nabi Saw, “Sebaik-baik
kamu, adalah orang yang paling segera membayar hutangnya” (H.R. Hakim).
16.
Memberi tenggang waktu apabila pengutang
(kreditor) belum mampu membayar. Sabda Nabi Saw, “Barang
siapa yang menangguhkan orang yang kesulitan membayar hutang atau
membebaskannya, Allah akan memberinya naungan di bawah naunganNya pada hari
yang tak ada naungan kecuali naungan-Nya” (H.R. Muslim).
17.
Bahwa bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman
Allah, “Hai orang-orang yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba
jika kamu beriman (QS. al-Baqarah:278). Oleh karena itu Allah dan
Rasulnya mengumumkan perang terhadap riba.
E.
Orientasi Bisnis
Dalam Islam
Bisnis
dalam Islam bertujuan unutk mencapai empat hal utama yaitu antara lain (1) target hasil: profit-materi dan
benefit-nonmateri, (2) pertumbuhan, (3) keberlangsungan, (4) keberkahan. :
Target hasil: profit-materi dan
benefit-nonmateri, artinya
bahwa bisnis tidak hanya untuk mencari profit (qimah madiyah atau nilai
materi) setinggi-tingginya, tetapi juga harus dapat memperoleh dan memberikan
benefit (keuntungan atau manfaat) nonmateri kepada internal organisasi
perusahaan dan eksternal (lingkungan), seperti terciptanya suasana persaudaraan,
kepedulian sosial dan sebagainya.
Benefit,
yang dimaksudkan tidaklah semata memberikan manfaat kebendaan, tetapi juga
dapat bersifat nonmateri. Islam memandang bahwa tujuan suatu amal perbuatan
tidak hanya berorientasi pada qimah madiyah. Masih ada tiga
orientasi lainnya, yakni qimah insaniyah, qimah khuluqiyah, dan qimah
ruhiyah. Dengan qimah insaniyah, berarti pengelola berusaha
memberikan manfaat yang bersifat kemanusiaan melalui kesempatan kerja, bantuan
sosial (sedekah), dan bantuan lainnya. Qimah khuluqiyah, mengandung
pengertian bahwa nilai-nilai akhlak mulian menjadi suatu kemestian yang harus
muncul dalam setiap aktivitas bisnis sehingga tercipta hubungan persaudaraan
yang Islami, bukan sekedar hubungan fungsional atau profesional. Sementara itu qimah
ruhiyah berarti aktivitas dijadikan sebagai media
untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Pertumbuhan,
jika profit materi dan profit non materi telah diraih, perusahaan harus
berupaya menjaga pertumbuhan agar selalu meningkat. Upaya peningkatan ini juga
harus selalu dalam koridor syariah, bukan menghalalkan segala cara.
Keberlangsungan,
target yang telah dicapai dengan pertumbuhan setiap tahunnya harus dijaga
keberlangsungannya agar perusahaan dapat exis dalam kurun waktu yang
lama.
Keberkahan,
semua tujuan yang telah tercapai tidak akan berarti apa-apa jika tidak ada
keberkahan di dalamnya. Maka bisnis Islam menempatkan berkah sebagai tujuan
inti, karena ia merupakan bentuk dari diterimanya segala aktivitas manusia.
Keberkahan ini menjadi bukti bahwa bisnis yang dilakukan oleh pengusaha muslim
telah mendapat ridla dari Allah Swt., dan bernilai ibadah.[6]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bisnis diartikan sebagai suatu kegiatan
yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh pendapatan atau penghasilan atau
rizki dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya dengan cara
mengelola sumber daya ekonomi secara efektif dan efisien.
Dasar – dasar hukum bisnis dalam Islam terdapat di
Al-Qur’an antara lain: dalam surat An-Nisa’ : 29, At-Taubah : 24, An-Nur : 37, dan lain-lain.
Adapun
etika dalam bisnis Islam antara lain:
1.
Kesatuan
(Tauhid/Unity)
2.
Keseimbangan
(Equilibrium/Adil)
3.
Kehendak
Bebas (Free Will)
4.
Tanggungjawab
(Responsibility)
5.
Kebenaran;
Kebajikan dan Kejujuran
Panduan
Rasulullah SAW. dalam etika berbisnis antara lain prinsip dalam bisnis adalah
kejujuran, kesadaran tentang kegiatan bisnis, tidak melakukan sumpah palsu,
ramah-tamah, tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi, tidak boleh
menjelekkan bisnis orang lain, tidak melakukan ihtikar, ukuran dan
timbangan yang benar, bisnis tidak boleh menggangu kegiatan ibadah, membayar
upah sebelum kering keringat karyawan, tidak monopoli, tidak boleh melakukan
bisnis yang dapat merugikan dan merusak, barang yang dijual adalah barang yang
suci dan halal, bisnis dilakukan dengan sukarela, menyegerakan melunasi kredit,
memberi tenggang waktu kepada pengutang, dan bisnis dilaksanakan dengan cara
yang bersih dari unsur riba.
Bisnis dalam Islam
bertujuan unutk mencapai empat hal utama yaitu antara lain (1) target hasil: profit-materi dan
benefit-nonmateri, (2) pertumbuhan, (3) keberlangsungan, (4) keberkahan.
B. Saran
Mungkin
hanya ini yang dapat kami sampaikan dalam pembahasan materi Jabariyah dan
Qadariyah.Jikalau pembaca mempunyai pertanyaanyang ingin di tanyakan maka InsyaAllah
kami akan menjawabnya agar para pembaca lebih mampu memahami isi materi yang
kami sampaikan.Jika kami belum bisa menjawabnya,maka kami mohon maaf.Sesungguhnya
kesempurnaan hanya lah milik Allah SAW.
DAFTAR
PUSTAKA
Buku
Muslich, Etika Bisnis Islami;
Landasan Filosofis, Normatif, dan Substansi Implementatif, Yogyakarta:
Ekonisia Fakultas Ekonomin UII, 2004.
Yusanto, Muhammad Ismail dan
Muhammad Karebet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islami, Jakarta: Gema
Insani Press, 2002.
Internet
http://icancina.blogspot.com/2012/03/bisnis-dalam-islam-i-pendahuluan-iman.html, diakses pada hari senin tanggal 31-03-2014 pukul
20:00 WIB.
http://habaget.com/makalah-etika-bisnis-dalam-ekonomi-islam/,
diakses pada hari senin tanggal 31-03-2014 pukul 21:30 WIB.
[1]http://icancina.blogspot.com/2012/03/bisnis-dalam-islam-i-pendahuluan-iman.html, diakses pada hari senin tanggal 31-03-2014 pukul
20:00 WIB.
[2]Muslich, Etika Bisnis Islami; Landasan Filosofis,
Normatif, dan SubstansiImplementatif, (Yogyakarta: Ekonisia Fakultas
Ekonomin UII, 2004), h. 46.
[3]Muhammad Ismail Yusanto dan Muhammad Karebet Widjajakusuma,
Menggagas Bisnis Islami, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), h. 15.
[4]Ibid., h.18.
[5] http://habaget.com/makalah-etika-bisnis-dalam-ekonomi-islam/, diakses pada hari senin tanggal 31-03-2014 pukul
21:30 WIB.
0 komentar:
Posting Komentar