BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Setiap
usaha bisnis didirikan dengan tujuan memperoleh laba. Laba dalam suatu bisnis
merupakan tujuan utama dan pening dalam perusahaan. Keuntungan merupakan salah satu ukuran keberhasilan
manajemen perusahaan dalam mengoperasikan suatu perusahaan. Mengingat upaya
meraih laba tidak mudah, maka seluruh kegiatan harus direncanakan lebih dahulu
dengan baik. Pihak manajemen suatu perusahaan harus mengerahkan dan mengarahkan
seluruh unit dalam perusahaan untuk mencapai satu tujuan, yakni mendapat laba.
Dengan demikian seluruh peserta dan unit usaha turut bertanggng jawab dalam
mencapai tujuan bisnis tersebut.
Terdapat beberapa faktor ekstern
maupun intern yang dapat mempengaruhi tingkat laba yang diperoleh perusahaan,
yakni :
- Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi
suatu barang/jasa yang dicerminkan oleh harga pokok penjualan (HPP) atau
harga pokok produksi (cost of goods sold)
- Jumlah barang/jasa yang diproduksi dan dijual
- Harga jual barang bersangkutan
Upaya meraih laba yang direncanakan perusahaan dipengaruhi oleh kegiatan
unsur tesebut, sehingga pihak manajemen perusahaan harus berusaha mengendalikan
ketiga hal tersebut.
Hal yang perlu diupayakan adalah agar seluruh barang yang diproduksi dapat
dijual. Dalam rangka menentukan penghasilan, diasumsikan bahwa barang yang
diproduksi habis terjual seluruhnya.
Pada faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat laba, upaya pihak manajemen
dapat melakukan penekanan terhadap biaya ke tingkat biaya yang paling minimum.
Di lain pihak volume penjualan barang/jasa dapat ditingkatkan ke tingkat yang
paling maksimum, sehingga barang yang diproduksi habis terjual. Adapun
penentuan harga jual ditetapkan dengan meraih tingkat keuntungan per-unit yang
memadai, sehingga harga jualnya dapat dijangkau masyarakat-konsumen.
Usaha pihak manajemen perusahaan dalam upaya mencari keuntungan tersebut harus didasarkan pada
berapa jumlah barang yang harus diproduksi lalu dijual. Pada tahap perencanaan
produksi, manajemen perusahaan harus menentukan lebih dahulu tingkat produksi
yang paling minimum agar perusahaan tidak rugi. Dengan kata lain pada tahap
awal perencanaan produksi harus di dasarkan kepada upaya jangan rugi atau
minimal impas. Maksud dari impas adalah total penghasilan (total revenue)
perusahaan sama dengan total biaya yang dikeluarkan ( TR = TC ).
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah Manfaat Analisis Break Even (Titik Impas)?
2.
Bagaimanakah Jenis Biaya Berdasarkan Break Even (Titik Impas) ?
3.
Bagaimanakah Cara Menentukan Break Even Point (BEP) / Titik Impas ?
4.
Bagaimana Keterbatasan Analisis Break Even Point ?
5.
Bagaimana Menganalisa Keputusan Menutup Usaha ?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan
masalah diatas dapat disimpulkan tujuan dari penulisan adalah sebagai berikut :
1.
Memahami Manfaat Analisis Break Even (Titik Impas).
2.
Memahami Jenis Biaya Berdasarkan Break Even (Titik Impas).
3.
Memahami Cara Menentukan Break Even Point (BEP).
4.
Memahami Keterbatasan Analisis Break
Even Point.
5.
Memahami Menganalisa Keputusan Menutup Usaha ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Break Even Point
- Break
even dapat diartikan suatu keadaan dimana dalam operasi perusahaan,
perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi (penghasilan =
total biaya). (Munawir, 1986)
- Break
Even Point adalah titik produksi, dimana hasil penjualan sama persis dengan
total biaya produksi. (Alwi, 1993)
B. Pengertian
Break Even Point Analysis (BEPA)
- Analisa
break even adalah suatu analisa untuk menentukan tingkat penjualan yang
harus dicapai oleh suatu perusahaan agar perusahaan tersebut tidak
menderita kerugian, tetapi juga belum memperoleh keuntungan. Dengan
analisa break even ini juga akan diketahui berbagai tingkat keuntungan
atau kerugian untuk berbagai tingkat penjualan. (Munawir, 1986)
- Dari
segi produksi, BEPA adalah titik yang menunjukkan tingkat produksi barang/jasa
yang dijual tetapi tidak memberikan keuntungan maupun kerugian. Atau
tingkat produksi barang/jasa dijual, di mana total penghasilan dan biaya
dalam keadaan impas atau sama besarnya. (Alwi, 1993)
Break Even
Point Analysis (BEPA) adalah analisis untuk menentukan hal-hal sebagai berikut:
·
Menentukan
jumlah penjualan minimum yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak
mengalami kerugian. Jumlah penjualan minimum ini berarti juga jumlah produksi
minimum yang harus dibuat.
·
Selanjutnya
menentukan jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh laba yang telah
direncanakan. Dapat diartikan bahwa tingkat produksi harus ditetapkan untuk
memperoleh laba tersebut.
·
Mengukur
dan menjaga agar penjualan tidak lebih kecil dari BEP. Sehingga tingkat
produksi pun tidak kurang dari BEP.
·
Menganalisis
perubahan harga jual, harga pokok dan besarnya hasil penjualan atau tingkat
produksi.
Jadi, BEPA dapat dilihat dari aspek pemasaran dan aspek produksi. Dari
aspek ”marketing” (pemasaran) BEP berarti volume penjualan di mana total
penghasilan (TR) sama dengan total biaya (TC), sehinggga perusahaan dalam
posisi tidak untung maupun tidak rugi.
Sedangkan bila ditinjau dari segi produksi, BEPA adalah titik yang
menunjukkan tingkat produksi barang/jasa yang dijual tetapi tidak memberikan
keuntungan maupun kerugian. Atau tingkat produksi barang/jasa dijual, di mana
total penghasilan dan biaya dalam keadaan impas atau sama besarnya.
Sehingga BEPA adalah alat perencanaan penjualan, sekaligus perencanaan
tingkat produksi, agar perusahaan secara minimal tidak mengalami kerugian.
Selanjutnya karena harus untung berarti perusahaan harus berproduksi di atas
BEP.
Jadi, BEP bukan tujuan tetapi merupakan dasar penentuan kebijakan penjualan
dari kebijakan produksi, sehingga operasi perusahaan dapat berpedoman dengan
titik impas. Dengan kata lain, BEPA adalah alat menentukan kebijakan
berproduksi dan upaya penjualan barang agar minimal tidak rugi, bahkan harus
untung. (Prawirasentono, 1997)
Analisis titik impas pada prinsipnya hanya sekedar menetapkan pada tingkat
penjualan dan produksi berapa unit sehingga terjadi titik impas, di mana total
penghasilan sama dengan total biaya yang telah dikeluarkan.
Analisa break-even
adalah suatu teknik analisa untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap,
biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan. Oleh karena analisa tersebut
mempelajari hubungan antara biaya keuntungan - volume kegiatan, maka analisa
tersebut sering pula disebut “Cost - Profit - Volume analysis (C.P.V.
analysis). Dalam perencanaan keuntungan, analisa break-even merupakan
“profit-planning approach” yang mendasarkan path hubungan antara biaya (cost)
dan penghasilan penjualan (revenue).
Apabila suatu
perusahaan hanya mempunyai biaya variabel saja, maka tidak akan muncul masalah
break-even dalam perusahaan tersebut. Masalah break-even baru muncul apabila
suatu perusahaan di samping mempunyai biaya variabel juga mempunyai biaya
tetap. Besarnya biaya variabel secara totalitas akan berubah - ubah sesuai
dengan perubahan volume produksi, sedangkan besarnya biaya tetap secara
totalitas tidak mengalami perubahan meskipun ada perubahan volume produksi.
Dalam mengadakan analisa break-even,
digunakan asumsi-asumsi dasar sebagai berikut:
- Biaya
di dalam perusahaan dibagi dalam golongan biaya variabel dan golongan
biaya tetap.
- Besarnya
biaya variabel secara totalitas berubah-ubah secara proporsionil dengan
volume produksi/penjualan. Ini berarti bahwa biaya variabel per unitnya
adalah tetap sama.
- Besarnya
biaya tetap secara totalitas tidak berubah meskipun ada perubahan volume
produksi/penjualan. ini berarti bahwa biaya tetap per unitnya berubah-ubah
karena adanya perubahan volume kegiatan.
- Harga
jual per unit tidak berubah selama periode yang dianalisa.
- Perusahaan
hanya memproduksi satu macam produk. Apabila diprodusir lebih dan satu
macam produk, perimbangan penghasilan penjualan antara masing-masing
produk atau “sales mix”-nya adalah tetap konstan.
Salah satu cara untuk
menentukan break-even point adalah dengan membuat gambar break-even. Dalam gambar
tersebut akan nampak garis-garis biaya tetap, biaya total yang menggambarkan
jumlah biaya tetap dan biaya variabel, dan garis penghasilan penjualan.
Besarnya volume
produksi/penjualan dalam unit nampak pada sumbu horizontal (sumbu X) dan
besarnya biaya dan penghasilan penjualan akan nampak pada sumbu ventikal (sumbu
Y).
Dalam gambar break-even
tersebut break-even point dapat ditentukan, yaitu pada titik di mana terjadi
persilangan antara garis penghasilan penjualan dengan garis biaya total. dan Apabila
titik tersebut kita tarik garis lurus vertikal ke bawah sampai sumbu X akan
nampak besarnya break-even dalam unit. dan Kalau titik itu ditarik garus lurus
horizontal ke samping sampai sumbu Y, akan nampak besarnya break-even dalam
rupiah.
Dalam menggambarkan
garis biaya tetap dalam gambar break-even itu dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu dengan menggambarkan garis biaya tetap secara horizontal sejajar dengan
sumbu X, atau dengan menggambarkan garis biaya tetap sejajar dengan garis biaya
variabel. Pada cara yang kedua, besarnya “contribution margin” akan nampak pada
gambar break-even tersebut.
Untuk jelasnya dapatlah diberikan contoh
di bawah
Contoh 22.1
Suatu perusahaan bekerja dengan biaya
tetap sebesar
Rp300.000.OO. Biaya variabel per unit Rp40,00. Harga jual per unit Rpl00,00. Kapasitas
produksi maksimal 10.000 unit. Dengan dua cara dalam menggambarkan garis biaya
tetap, atas dasar data tersebut, kita dapat membuat dua gambar break-even
seperti nampak di bawah ini.
Dari kedua gambar
tersebut di atas nampak bahwa break-even point tecapai pada volume penjualan
sebesar Rp500.000,00 atau dinyatakan dalam unit sebanyak 5.000 unit. Pada
gambar 22.1.b. adalah lebih baik karena pada gambar tersebut nampak konsep
“contribution margin”. Dalam gambar tersebut break-even point tercapai pada
volume kegiatan di mana contribution margin (yaitu penghasilan penjualan minus
biaya variabel) tepat sama besarnya dengan biaya tetap, yaitu pada volume
penjualan Rp500.000,00 atau dalam unit sebanyak 5.000 unit.
Perhitungan break-even
point yang lebih tepat dapat dilakukan dengan cara “trial and error” (serba
coba-coba) atau dengan menggunakan rumus-rumus aljabar.
Perhitungan
Break-Even Point dengan Cara “Trial and Error”
Perhitungan break-even
point dapat dilakukan dengan cara coba-coba, yaitu dengan menghitung keuntungan
operasi dan suatu volume produksi/penjualan tertentu. Apabila perhitungan
tersebut menghasilkan keuntungan maka diambil volume penjualan/produksi yang
lebih rendah. Apabila dengan mengambil suatu volume penjualan tertentu,
perusahaan menderita kerugian maka kita mengambil volume penjualan/produksi
yang lebih besar, Demikian dilakukan seterusnya hingga dicapai volume penjualan/produksi
di mana penghasilan penjualan tepat sama dengan besarnya biaya total. Misalkan
dari
contoh 22.1. diambil volume produksi 6.000 unit. Dengan volume produksi 6.000
unit maka dapat dihitung keuntungan operasi sebagai berikut:
= (6.000 x Rp100,00)
Rp300.000,00 + (6.000 x Rp40,00))
= Rp600.000.00
(Rp300.000,00 +
Rp240.000,00) = Rp60.000,00
Pada volume produksi 6.000 unit
perusahaan masih mendapatkan keuntungan. Ini berarti bahwa break-even pointnya
terletak di bawah 6.000 unit. Misalkan diambil 4.000 unit, dan hasil
perhitungannya adalah sebagai berikut:
(4.000 x Rp100.00) — Rp300.000.00 + (4.000 x Rp40,00)
= Rp400.000,00 —
(Rp300.000,00
+ Rp160.000,00) = Rp- 60.000,00
Pada volume 4.000 unit ternyata diderita
kerugian sebesar Rp60.000,00. Ini beranti bahwa break-even pointnya lebih besar
dan 4.000 unit. Misalkan kita ambil 5.000 unit, dan hasil perhitungannya adalah
sebagai berikut:
(5.000 x Rp100,00) — (Rp300.000,00 +
Rp200.000,00)) =
Rp500.000,00
— (Rp300.000,00 +
Rp200.000,00) = Rp0,00.
Ternyata pada volume produksi penjualan
5.000 unit tercapai break-even point yaitu yang di mana keuntungan netonya sama
dengan nol.
Perhitungan
Break-Even Point dengan Menggunakan Rumus Aljabar
Perhitungan break-even point dengan
menggunakan rumus aijabar dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a) atas
dasar unit
b) atas
dasar sales dalam rupiah.
a) Perhitungan
break-even point atas dasar unit dapat dilakukan dengan menggunakan rumus:
dimana
P = hargajual per unit
V = biaya variabel per unit
FC = biaya tetap
Q = jumlah unit/kuantitas produk yang
dihasilkan dan dijual.
Dari contoh 22.1. dapat dihitung secara
Iangsung dalam unit dengan menggunakan rumus tersebut di atas dan hasilnya
adalah sebagai berikut.
b) Perhitungan break-even point atas
dasar sales dalam rupiah dapat dilakukan dengan menggunakan rumus aljabar
sebagai berikut:
di mana:
PC = biaya tetap
VC = biaya variabel
S = volume penjualan.
Dari contoh 22.1. di muka, Sales pada
break-even dinyatakan dalam rupiah dapat dihitung dengan menggunakan rumus
tersebut sebagai berikut:
Dari
perhitungan di atas dapat diketahui bahwa volume penjualan pada break-even
dinyatakan dalam rupiah adalah sebesar Rp500.000,00. Apabila volume penjualan
tersebut dibagi dengan harga jual per unit, hasilnya menunjukkan break-even
point dalam unit yaitu:
Dalam
analisa BEP perlu pula dipahami konsep “Margin of Safety”.Besarnya margin of
safety dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Margin of Safety menupakan angka yang menunjukkan jarak
antara penjualan yang direncanakan atau dibudgetkan (budgeted Sales) dengan
penjualan pada break-even. Dengan demikian maka margin of safety adalah juga
menggambarkan batas jarak, di mana kalau berkurangnya penjualan melampaui batas
jarak tersebut, perusahaan akan menderita kerugian. Dari contoh 22.1. besamya
margin of safety dapat dihitung sebagai berikut:
Angka margin of safety sebesar 50% menunjukkan kalau jumlah
penjualan yang nyata berkurang atau menyimpang lebih besar dari 50% (dari
penjualan yang direncanakan) perusahaan akan menderita kerugian. Kalau
berkurangnya penjualan hanya 40% dan yang direncanakan, perusahaan belum
mendenita kerugian.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa makin kecilnya margin
of safety berarti makin cepat perusahaan
menderita kerugian dalam hal ada penurunan jumlah penjualan yang nyata. Untuk
membedakan batas penyimpangan yang dapat menimbulkan kerugian dinyatakan dalam
angka absolut dan dalam angka relatif, kadang-kadang digunakan dua macam
istilah. Untuk batas penyimpangan yang absolut digunakan istilah “margin of
Safety” dan untuk batas penyimpangan dalam angka yang relatif (dalam persentase
dari sales) digunakan istilah “margin of safety ratio”. Untuk contoh tersebut
di atas besarnya “margin of safety’ adalab Rp500.000,00 dan besarnya “margin of
safety ratio” adalah 50%.
C. Efek Perubahan Berbagai Faktor
terhadap BEP
1. Efek Perubahan Harga Jual Per
Unit dan Jumlah Biaya Tetap terhadap BEP
Sebagaimana diuraikan di muka, dalam analisa BEP digunakan
asumsi antara lain bahwa harga jual per unit tetap konstan. Sekarang bagaimana
halnya kalau ada perubahan hargajual per unit (P)?
Apabila P naik maka ini akan mempunyai efek yang
menguntungkan karena BEPnya akan turun. Dalam gambar BEP, titik break-even-nya
akan bergeser ke kiri, yang berarti untuk tercapainya BEP cukup diperlukan
jumlah produk yang lebih kecil.
Dari contoh 22.1. misalkan harga jual per
unitnya naik dan Rp100,00 menjadi Rp160,00
Dengan
adanya kenaikan P tersebut, BEPnya akan berubah menjadi lebih kecil baik
dinyatakan dalam rupiah maupun dalam unit. BEP yang baru sesudah ada kenaikan
hanga tersebut dapat dihitung sebagai berikut:
BEP = _____Rp. 300.000,00_____ = Rp. 400.000,00
1 -
____Rp 400.000,00___
160
x 10.000
Break even point,dapat
diartikan sebagai suatu titik atau keadaan dimana perusahaan di dalam
operasinya tidak memperoleh keuntungan dan tidak menderita rugi. Dengan kata
lain, pada keadaan itu keuntungan atau kerugian sama dengan nol.
Hal ini bisa terjadi,
bila perusahaan di dalam operasinya menggunakan biaya tetap, dan volume penjualan hanya
cukup untuk menutup biaya tetap dan variabel.
Apabila penjualan hanya
cukup menutup biaya variabel dan sebagian biaya tetap, maka perusahaan
menderita rugi. Dan sebaliknya akan memperoleh keuntungan, bila penjualan
melebihi biaya variabel dan biaya tetap yang harus dikeluarkan.
Analisis break even,
secara umum, dapat memberikan informasi kepada pimpinan, bagaimana pola
hubungan antara volume penjualan, cost dan tingkat keuntungan yang akan
diperoleh pada level penjualan tertentu. Sehingga analisis break even sering
juga disebut dengan cost volume, profit analysis.
Analisis break even, dapat membantu
pimpinan dalam mengambil keputusan antara lain mengenai:
- Jumlah
penjualan
minimal yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami kerugian.
- Jumlah
penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh keuntungan tertentu.
- Seberapa
jauhkah, berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak menderita rugi.
- Untuk
mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan volume penjualan
terhadap keuntungan yang akan diperoleh.
Analisis break even,
bertitik tolak dan konsep pemisahan biaya (direct costing system) yaitu
variable cost dan fixed cost.
Variable
Cost
Variable cost merupakan
jenis biaya yang selalu berubah sesuai dengan prubahan volume penjualan.
Perubahan ini tercermin
dalam biaya variabel secara total. Sehingga dalam pengertian ini, variable cost
dapat dihitung berdasarkan persentase tertentu dan penjualan. Atau variable
cost per unit dikalikan dengan penjualan dalam unit. Secara grafis jenis biaya ini
dapat digambarkan sebagai berikut:
Fixed
cost
Fixed cost merupakan
jenis biaya yang selalu tetap, dan tidak terpengaruh oleh volume penjualan
melainkan dihubungkan dengan waktu (function of time), sehingga jenis biaya ini
akan konstan selama periode tertentu. Contoh, sewa (rent) merupakan biaya
tetap. Berproduksi atau tidak biaya ini tetap dikeluarkan. Bila digambarkan,
akan nampak seperti berikut:
Semi
variabel cost
Semi
variable cost, merupakan jenis biaya yang sebagian variable dan sebagian fixed
yang kadang-kadang disebut pula dengan semi fixed cost. Biaya yang tergolong
dalamjenis biaya ini misalnya, komisi bagi salesmen(s alesmen’s commission).
Biaya komisi, mungkin tetap dalam range atau volume tertentu, dan akan naik
pada level yang lebih tinggi.
Bila digambarkan akan nampak seperti dalam
gambar:
Khusus untuk Semi
Variable Cost ini sering membingungkan bagaimana menentukannya, karena jenis
biaya ini sebagian mengandung unsur biaya tetap yang tidak terpengaruh oleh
fluktuasi penjualan, dan sebagian lagi mengandung biaya variabel yang terkait
dengan turun naiknya volume penjualan.
Breakeven
point untuk lebih dari satu macam produk
Untuk mencari break even
point dari dua atau lebih produk maka perhitungannya agak berbeda sedikit
dengan cara mencari break even point satu jenis produk karena adanya variable
operating cost dan harga jual per unit yang berbeda dan masing-masing jenis
produk. Di samping itu tingkat breakeven point baru dapat dihitung apabila
terlebih dahulu sudah diketahui komposisi penjualan dan masing-masing produk.
Contoh:
Perusahaan “Tantar Matano” yang bergerak dalam bidang produksi “kain batik” dan
“stagen” merencanakan perluasan daerah pemasarannya meliputi wilayah Jawa
Timur, Bali, Lombok, dan Sumbawa. Penjualan kain batik direncanakan sebesar
25.000 unit a Rp 3.500,00 dan stagen sebesar 15.000 unit a Rp 1.000,00.
Variable operating cost untuk masing - masing jenis produk adalah Rp 2.000,00
per unit kain batik, dan Rp 600,00 per unit stagen, sedangkan fixed operating
cost untuk kedua jenis produk tersebut adalah Rp 28.275.000,00. Hitunglah
breakeven point untuk kedua jenis produk tersebut baik dalam rupiah maupun
dalam unit penjualan.
Jawab: a) Breakeven point dalam rupiah
Keterangan
|
Produk
|
Total
|
|
Kain batik
|
Stagen
|
||
Penjualan
|
Rp. 87.500.000,-
|
Rp. 15.000.000,-
|
Rp. 102.500.000,-
|
Fixed Operation Cost
|
-
|
-
|
Rp
28.275.000,-
|
Variabel Operating cash
|
Rp. 50.000.000,-
|
Rp.
9.000.000,-
|
Rp
59.000.000,-
|
E.
MANFAAT BREAK-EVEN POINT
·
Menentukan Margin Of Safety
Margin of Savety erat hubungannya dengan analisis break-even, yaitu
untuk menentukan seberapa jauhkah berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak
mengalami kerugian.
·
Mengatasi Masalah Sales Mix
Masalah sales mix menjadi penting untuk mengetahui jenis produksi mana
yang perlu didorong, untuk memperoleh profit yang lebih tinggi.
Anggapan terhadap BEP dalam hubungannya dengan sales mix adalah, BEP
akan tetap sama selama sales mix juga tetap.
F.
Analisa Keputusan Menutup Usaha
Tutup sementara adalah
keputusan jangka pendek untuk tidak menghasilkan apa-apa selama jangka waktu
tertentu karena kondisi paasar yang tidak menguntungkan. Secara matematik
perusahaan tutup sementara dapat digambarkan sebagai berikut:
1)
Menutup jika TR <VC
2)
Menutup jika TR / Q <VC / Q
3)
Menutup jika P <AVC
Perusahaan tutup sementara jika total pendapatan
kurang dari biaya variabel, dengan membagi kedua pertidaksamaan dengan Q maka
tutup sementara jika P < AVC.
Artinya perusahaan memlilih
untuk tutup sementara jika harga barang tersebut lebih kecil daripada biaya
variabel rata-rata. Jika harganya tidak menutupi biaya variabel rata-rata
perusahaan benar-benar berhenti memproduksi, perusahaan dapat kembali
berproduksi dimasa depan jika kondisi-kondisi dipasar telah berubah, dimana
harga melebihi biaya variabel rata-rata.
Sebuah perusahaan yang
shutdown (tutup) mengacu pada keputusan jangka pendek untuk tidak menghasilkan
apa-apa selama periode waktu tertentu karena kondisi pasar saat ini.
1.
Shutdown atau tutup mengacu pada
keputusan jangka pendek untuk tidak berproduksi selama periode tertentu karena
kondisi pasar yang memaksa.
2.
Exit atau keluar mengacu pada keputusan
jangka panjang untuk meninggalkan pasar sama sekali.
3.
Keputusan-keputusan jangka pendek dan
jangka panjang berbeda karena kebanyakan perusahaan tidak dapat menghindari
biaya tetap mereka dalam jangka pendek tapi dapat melakukannya dalam jangka
panjang. Artinya, sebuah perusahaan yang menutup sementara masih harus membayar
biaya tetap, sedangkan perusahaan yang keluar pasar menghemat tetap dan biaya
variabel nya.
4.
Jika perusahaan tutup maka akan
kehilangan semua pendapatan dari penjualan produknya. Pada saat yang sama ia
menghemat biaya variabel pembuatan produk (tetapi masih harus membayar biaya
tetap). Dengan demikian, perusahaan menutup jika pendapatan yang akan dapatkan
dari memproduksi kurang dari biaya variabel produksi.
a.
Kurva penawaran jangka pendek perusahaan
kompetitif merupakan bagian dari kurva biaya marjinalnya yang terletak diatas
kurva biaya variable rata-rata.
b.
Biaya tertanam (sunk cost) adalah biaya
yang hilang begitu saja tanpa mendapatkan hasil.
c.
Biaya hangus adalah biaya yang telah
berkomitmen dan tidak dapat dipulihkan.
5.
Perusahaan mempertimbangkan biaya yang
tenggelam ketika memutuskan untuk keluar, tetapi mengabaikan ketika memutuskan
apakah akan ditutup.Perusahaan menutup jika pendapatan itu akan dari
memproduksi kurang dari biaya variabel produksi.
Gambar
1. Kurva Penawaran Jangka Pendek Perusahaan Kompetitif
Keterangan:
Dalam jangka pendek kurva penawaran suatu perusahaan
kompetetif adalah kurva biaya marjinal
MC diatas biaya variabel AVC. Jika harga turun kebawah biaya variabel rata-rata (AVC) perusahaan
berhenti.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Break Even Point (BEP) dapat diartikan sebagai suatu titik
atau keadaan dimana perusahaan di dalam operasinyan tidak memperoleh keuntungan
dan tidak menderita kerugian. Tujuan dari analisis break event point yaitu
untuk mengetahui pada volume penjualan atau produksi berapakah suatu perusahaan
akan mencapai laba tertentu.
Analisis Break Even Point
secara umum dapat memberikan informasi kepada pimpinan, bagaimana pola hubungan
antara volume penjualan, cost/biaya, dan tingkat keuntungan yang akan diperoleh
pada level penjulalan tertentu.
Analisis break even dapat
dirasakan manfaatnya apabila titik break even dapat dipertahankan selama
periode tertentu. Keadaan ini dapat dipertahankan apabila biaya-biaya dan harga
jual adalah konstan, karena naik turunnya harga jual dan biaya akan
mempengaruhi titik break even.
B.
Saran
Apabila suatu perusahaan
memproduksi lebih dari satu macam produk maka komposisi atau perbandingan
antara satu produk dengan produk lain (sales mix) haruslah tetap. Karena
keadaan ini dapat dipertahankan apabila biaya-biaya dan harga jual adalah
konstan, karena naik turunnya harga jual dan biaya akan mempengaruhi titik
break even.
Jadi,Tujuan dari analisis
break event point yaitu untuk mengetahui pada volume penjualan atau produksi
berapakah suatu perusahaan akan mencapai laba tertentu.
Demikianlah makalah yang kami buat, semoga dapat
bermanfaat bagi pembaca. Apabila ada saran dan kritik yang ingin disampaikan,
silahkan sampaikan kepada kami. Apabila ada terdapat kesalahan kami mohon dapat
memaafkan dan memakluminya, TERIMAKASIH.
DAFTAR
PUSTAKA
Alwi, Drs. Syafrudin MS. 1993. Alat – alat Analisis dalam Pembelanjaan. Andi Offset. Yogyakarta
Amelncakia.2013. Manfaat analisis break even point.
Tersedia pada: blogspot.com. Diakses
pada 17 Oktober 2016 pukul 20.00
Elearning.2012.jenis biaya berdasarkan break even
point.Tersedia pada:gunadarma.com. 17 Oktober 2016 pukul 20.00
Munawir, Drs. S. 1979.
Analisis Laporan keuangan. Liberty. Yogyakarta.
Shelmi.2009. Cara menentukan break even point.
Tersedia pada: wordprees.com. 17 Oktober 2016 pukul 20.00
0 komentar:
Posting Komentar