BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Di
dalam sistem perkonomian
Indonesia dikenal ada
tiga pilar yang menyangga perekonomian.
Ketiga pilar itu
adalah Badan Usaha
Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), termasuk UMKM, dan
koperasi.
Koperasi adalah
organisasi otonom, yang
berada di dalam
lingkungan
sosial ekonomi,
yang menguntungkan setiap
anggota dan pengurus. Oleh karenanya
koperasi diartikan sebagai
perkumpulan sejumlah orang
secara sukarela untuk mencapai
sesuatu melalui penyetoran suatu distriribusi yang sama untuk modal yang diperlukan.
Koperasi menurut
undang-undang Nomor 25
tahun 1992 ialah
badan
usaha yang beranggotakan orang
atau badan hukum koperasi dengan melandaskan
kegiatannya berdasarkan
prinsip koperasi sekaligus
sebagai gerakan ekonomi
rakyat yang berdasarkan atas asas
kekeluargaan.
Semenjak perekonomian
Indonesia diramaikan oleh
perekonomian yang berbasis
Syariah, dan mulai
bermunculan lembaga keuangan yang
berbasis syariah dan
salah satunya adalah
koperasi syariah atau
yang disebut dengan Koperasi Jasa Keuangn Syariah (KJKS).
Dalam
peraturan Mentri Negara koperasi dan usaha kecil dan menengah Republik
Indonesia menimbang bahwa Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) dan Unit Jasa
Keuangan Syariah Koperasi (UJKS Koperasi) merupakan lembaga koperasi yang
melakukan kegiatan usaha
pembiayaan, investasi, dan simpanan berdasarkan pola
syariah yang perlu
dikelola secara profesional
sesuai dengan
prinsip kehati-hatian
dan kesehatan, sehingga
dapat meningkatkan kepercayaan dan memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya kepada anggota dan masyarakat
di sekitarnya.
Undang-Undang Nomor
35 Pasal 1
tahun 2007 menyatakan
bahwa Koperasi Jasa Keuangan Syariah, selanjutnya disebut KJKS, adalah
koperasi yang kegiatan usahanya bergerak di bidang pembiayaan investasi,
simpanan sesuai pola syariah.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun
tujuan dan manfaat penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan
menjelaskan Bagaiamana peranan KJKS Koperasi Syariah dalam Pengembangan
Pemberdayaan UKM ?
C.
Tujuan
dan Manfaat Penulisan Makalah
Tujuan
dan manfaat penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peranan KJKS Koperasi
Syariah dalam Pengembangan Pemberdayaan UKM.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
KJKS
Keluarnya
Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik
Indonesia Nomor 91/Kep/IV/KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaaan Kegiatan
Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah merupakan realisasi atas keperdulian
pemerintah untuk berperan memberikan payung hukum atas kenyataan yang tumbuh
subur dalam masyarakat ekonomi Indonesia terutama dalam lingkungan Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah.
Kenyataan
itu membuktikan bahwa system ekonomi syariah dapat diterima dan diterapkan
dalam masyarakat Indonesia bahkan mempunyai nilai positif dalam membangun
masyarakat Indonesia dalam kegiatan ekonomi sekaligus membuktikan kebenaran
hukum ekonomi syariah mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan sistem ekonomi
komunis maupun ekonomi kapitalis.
Indonesia
yang masyarakatnya mayoritas beragama Islam adalah lahan subur bagi tumbuh
berkembangnya ekonomi syariah. Semakin tinggi kualitas kemampuan seseorang dan
integritas diniyahnya akan semakin tertarik untuk menerapkan system ekonomi
syariah dari pada yang lain. Hal ini disebabkan oleh panggilan hati nurani dan
semangat jihad yang membakar keteguhan jiwanya memperjuangkan ajaran agama
dalam segala unsur dunia. Hal ini sinergis dengan do’a seorang muslim “
Allaahuma Ashlikhli dini aladzi huwa ‘ismatu amri “ yang artinya Ya Allah
perbaikilah keyakinan agamaku karena dengan ajaran agamaku itu akan menuntunku
dalam melaksanakan segala urusan kehidupan”
Praktek
usaha koperasi yang dikelola secara syariah telah tumbuh dan berkembang di
masyarakat serta mengambil bagian penting dalam memberdayakan ekonomi
masyarakat. Di masyarakat telah bermunculan BMT yang bernaung dalam kehidupan
payung hukum koperasi. Hal inilah yang mendorong Menteri Negara Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah untuk menerbitkan Surat Keputusan Nomor
91/Kep/MKUKM/IX/2004
Berdasarkan
ketentuan yang disebut Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) adalah koperasi
yang kegiatan usahanya bergerak dibidang pembiayaan, investasi dan simpanan
sesuai pola bagi hasil (syariah).
Dengan
demikian semua BMT yang ada di Indonesia dapat digolongkan dalam KJKS,
mempunyai payung Hukum dan legal kegiatan operasionalnya asal saja memenuhi
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Adapun
tentang Unit Jasa Keuangan Syariah sebagaimana tersebut dalam pasal 1 ayat (3)
Kepmen Kop Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 adalah unit koperasi yang bergerak
dibidang usaha pembiayaan, investasi dan simpanan dengan pola bagi hasil (
Syariah ) sebagai bagian dari kegiatan koperasi yang bersangkutan. Dengan
demikian sebuah koperasi yang mempunya UJKS disamping melayani anggota dengan
ketentuan UU No 25 tahun 1992, juga melaksanakan kegiatan yang diatur dalam
keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomo
91/Kep/M.KUKM/IX/2004
B.
peranan
KJKS Koperasi Syariah dalam Pengembangan Pemberdayaan UKM
Dilihat
dari potensi dan sumber pendanaan yang sudah berjalan, sebenarnya baitull mall
watt tamwil memiliki potensi pembiayaan dan pengelolaan dana ekonomi umat yang
cukup besar. Jika pengelolaan dana baitull mall watt tamwil bisa dilakukan
secara terpadu antarinstitusi keuangan syariah, maka hal tersebut akan menjadi
sumber kekuatan yang sangat besar. Dari aspek kelembagaan, terdapat dua hal
yang mendesak untuk dilakukan, yaitu pengakuan dan apresiasi terhadap
keberadaan dan peran baitull mall watt tamwil untuk mengemban amanah dana umat
secara profesional, dan penguatan serta perlindungan bagi baitull mall watt
tamwil dan nasabahnya. Salah satu bentuk apresiasi ini adalah melalui pemberian
kejelasan status dan posisi legal-formal bagi baitull mall watt tamwil .
Kenyataan menunjukkan bahwa tidak semua baitull mall watt tamwil beroperasi
dengan mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Sebagai
contoh, jika terjalin sinergi yang konstruktif antarlembaga pengelola zakat, infak,
dan shadaqah (ZIS), maka dana ZIS yang terkumpul akan mampu menstimulasi
pertumbuhan ekonomi masyarakat. Tentu saja dengan catatan bahwa program-program
yang dilakukan memiliki sasaran yang jelas dan tepat. Namun yang harus diingat
adalah besarnya potensi tersebut tidak akan pernah terwujud tanpa diiringi
perbaikan dan inovasi dari semua elemen yang terkait di dalamnya, baik pada
aspek kelembagaan, pendanaan, maupun pelayanan.lemahnya posisi tawar ekonomi
umat Islam di Indonesia dan ketidakmampuan untuk memanfaatkan potensi ekonomi
yang ada, telah menyebabkan posisi umat sangat lemah, dan seringkali menjadi
kambing hitam serta terpinggirkan dalam proses pembangunan. Membangun
sumberdaya ekonomi adalah sebuah keharusan, sebagai upaya untuk merancang masa
depan perekonomian umat.
Fakta
menunjukkan bahwa hampir 90 persen pelaku usaha ekonomi berskala kecil adalah
umat Islam. Namun ironisnya, dari keseluruhan usaha mikro yang ada, dapat
dikatakan umat Islam masih belum memiliki institusi yang kuat, mapan, dan bebas
dari intervensi pihak manapun. Untuk itu, pengembangan usaha mikro umat pun
harus mendapat perhatian kita semua.
Sesungguhnya,
ide pemunculan pembiayaan mikro syariah, atau yang dikenal sebagai lembaga
keuangan mikro syariah (LKMS), haruslah ditopang konsep dan mekanisme yang
jelas, sehingga kontribusinya dapat dirasakan umat (SA Roosly, 2002).
Saat
ini, terjadi ketimpangan. Fokus dan perhatian prospek pengembangan ekonomi umat
hanya bergantung pada sektor perbankan dan institusi finansial lainnya --yang
skalanya lebih bersifat menengah ke atas-- dibandingkan dengan prioritas untuk
menggarap sektor kecil dan menengah ke bawah. Akibatnya, arah pengembangan
ekonomi yang berbasis keumatan ini menjadi tidak seimbang. Padahal, seharusnya,
melalui pengembangan usaha mikro inilah landasan penataan perekonomian
masyarakat beserta infrastrukturnya dibangun dan diperkuat.
1.
Perkembangan
LKM
Krisis
ekonomi yang melanda Indonesia telah memberi pelajaran penting tentang kondisi
ekonomi Indonesia sebenarnya. Perekonomian negeri ini ternyata dikuasai sektor
korporasi atau usaha besar yang dikuasai segelintir orang. Sementara itu, di
sisi lain, pilar pembangunan ekonomi lainnya seperti usaha kecil dan menengah
(UKM) tidak mendapat perhatian yang cukup dari pemerintah. Perannya seringkali
tidak berarti dalam perekonomian nasional. Ironisnya, ketika terjadi krisis,
terbukti sektor korporasi tidak mampu bertahan dengan baik. Justru UKM, yang
tadinya dianggap kurang berperan dalam perekonomian nasional, terbukti lebih
mampu bertahan menghadapi gejolak perekonomian yang mengarah pada krisis
multidimensi tersebut.
Dengan
fakta tersebut, seharusnya pemerintah lebih memperhatikan sektor ini dengan
melahirkan paradigma pengembangan sektor UKM secara lebih serius. Sehingga kebijakan-kebijakan
yang akan dikeluarkan, nantinya, benar-benar mencerminkan keberpihakan
pemerintah terhadap sektor ini. Tentu saja, keberadaan UKM tidak dapat
dilepaskan dari keberadaan lembaga keuangan mikro (LKM).
Di
Indonesia, LKM dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu yang bersifat
formal dan informal. Lembaga yang bersifat formal ada yang berbentuk bank, ada
pula yang berbentuk lembaga non-bank. Sedangkan LKM yang bersifat informal
biasanya berbentuk lembaga swadaya masyarakat, kelompok swadaya masyarakat,
baitul maal wat tamwil (BMT), serta berbagai bentuk institusi yang
pengelolaanya ditangani langsung oleh masyarakat.
Hingga
tahun 2002, jumlah LKM dari berbagai jenis yang beroperasi secara aktif di
Indonesia mencapai sekitar 53 ribu unit. Namun demikian, dari jumlah tersebut,
lembaga yang beroperasi dengan menggunakan prinsip syariah masih sangat kecil.
Jumlah nasabah yang dilayani LKM melebihi 17 juta orang, sedangkan jumlah
kredit mikro yang telah disalurkan mencapai lebih dari Rp 16 triliun.
Dari
sisi jumlah nasabah, LKM jenis unit simpan pinjam memiliki jumlah nasabah
terbesar, yaitu 10 juta orang lebih. Sedangkan dari sisi jumlah kredit mikro
yang berhasil disalurkan, BRI Unit Desa menyalurkan kredit dalam jumlah
terbesar, yaitu sekitar Rp 7,8 triliun (Bank Indonesia, 2002).
Berdasarkan
data tersebut, posisi LKMS masih terbilang sangat kecil skalanya --baik
ditinjau dari segi jumlah maupun dari segi penguasaan aset. Padahal, sekitar 95
persen dari nasabah yang ada adalah umat Islam. Kita bisa melihat bahwa jaminan
aktivitas pembiayaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah masih sangat
minim keberadaannya. Inilah tantangan besar yang harus dijawab dengan sebuah
kerja keras secara kolektif.
Diharapkan,
ke depan, akan muncul lembaga yang sehat, mampu menawarkan solusi keuangan, dan
mendapat kepercayaan dari masyarakat. Sehingga dampaknya akan dirasakan
langsung oleh umat. Dari aspek pendanaan, terdapat beberapa hal yang juga perlu
dilakukan. Antara lain peningkatan aksesibilitas LKMS pada sumber dana sekunder
seperti perbankan syariah, mobilisasi dana lokal dan dana luar negeri, serta
peningkatan kerja sama antar-LKMS --termasuk di dalamnya peningkatan
transparansi pengelolaan dana dan akuntabilitas dalam pelaporan keuangan.
Sedangkan dari aspek pelayanan, terdapat beberapa pendekatan yang dapat
dilakukan, seperti pemberian pelatihan, konsultasi, dan pendampingan bagi LKMS
dalam menjalankan fungsinya.
Yang
juga tidak kalah penting adalah bagaimana menjadikan LKMS sebagai penasihat
usaha bagi nasabahnya, dengan memberikan prinsip-prinsip pengelolaan usaha dan
perilaku usaha yang sesuai syariah. Sehingga diharapkan akan lahir generasi
baru dengan karakter Utsman bin ‘Affan, Abu Bakar Siddik, maupun Abdurrahman
bin Auf. Mereka tangguh sebagai usahawan, sekaligus kokoh menjaga akidah dan
memegang prinsip.
2.
Sumber
pertolongan
Memperkuat
sektor usaha kecil dan menengah sesungguhnya merupakan dasar bagi kita dalam
mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Bahkan, membangun usaha mikro merupakan
sumber turunnya pertolongan dan rezeki dari Allah SWT, sebagaimana disabdakan
oleh Rasulullah SAW: ''kalian akan ditolong dan diberi rezeki dengan sebab kaum
dhuafa di antara kalian'' (HR Daelami).
Yang
dimaksud hadits tersebut adalah rahmat Allah akan turun ketika kita menunjukkan
keberpihakan kita terhadap masyarakat kecil dan termarjinalkan --termasuk UKM--
agar mereka dapat terberdayakan. Bahkan dalam QS 28: 5 ditegaskan bahwa
masyarakat yang dianggap lemah pun memiliki potensi dan bisa menjadi sumber
kekuatan. Artinya, menyepelekan mereka, apalagi kemudian mengkhianatinya, hanya
akan menyebabkan hilangnya potensi yang dimiliki suatu masyarakat, bangsa, dan
negara.
Sehingga,
bagi kita, membangun perekonomian nasional yang kuat, hanya dapat dilakukan
manakala institusi ekonomi mikro negeri ini mendapatkan perhatian dan dukungan
dari semua pihak, baik pemerintah, DPR, maupun masyarakat lain secara
keseluruhan. Inilah paradigma yang harus dibangun dan ditanamkan, agar
problematika kemiskinan dan pengangguran yang terjadi di Tanah Air tercinta ini
dapat diatasi. Wallahu a'lam.
C.
Sistem
pengoperasian Koperasi Jasa Keuangan Syariah
Jika dibandingkan jenis produk
antara koperasi syariah dan koperasi konvensional sebenarnya hampir sama yang
umumnya menyangkut produk simpanan dan produk pinjaman. Tapi bila
diperbandingkan pada sistemnya, Koperasi Jasa Keuangan Syariah sangat jauh
berbeda dengan koperasi konvensional. Karna disatu sisi, koperasi konvensional
menggunakan sistem bunga sedangkan Koperasi Jasa Keuangan Syariah menggunakan
sistem bagi hasil. Dan bila anda ingin tahu bagaimana praktek pada bentuk jasa
keuangan syariah di koperasi syariah sebenarnya kurang lebih sama dengan bank
syariah yang juga menggunakan sistem Murabahah, Mudharabah dan Ijarah.
Sekalipun Koperasi Jasa Keuangan
Syariah hampir sama produknya dengan bank syariah, tapi pada produk funding-nya
terdapat perbedaan. Produk funding atau pendanaan pada Koperasi Jasa Keuangan
Syariah dinamakan Simpanan sedangkan pada Bank Syariah disebut Tabungan.
Perbedaan istilah ini didasari pada induk yang menaungi Koperasi Simpan Pinjam
Syariah dan Bank Syariah itu sendiri. Pada Koperasi Simpan Pinjam Syariah
berada di bawah naungan Dinas Koperasi sedangkan Bank Syariah dibawah naungan
Bank Indonesia dimana izin pendirian kedua jenis lembaga tersebut dikeluarkan
dari masing-masing induknya.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adapun tentang Unit Jasa Keuangan Syariah
sebagaimana tersebut dalam pasal 1 ayat (3) Kepmen Kop Nomor
91/Kep/M.KUKM/IX/2004 adalah unit koperasi yang bergerak dibidang usaha
pembiayaan, investasi dan simpanan dengan pola bagi hasil ( Syariah ) sebagai
bagian dari kegiatan koperasi yang bersangkutan. Dengan demikian sebuah
koperasi yang mempunya UJKS disamping melayani anggota dengan ketentuan UU No
25 tahun 1992, juga melaksanakan kegiatan yang diatur dalam keputusan Menteri
Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomo 91/Kep/M.KUKM/IX/2004.
Sesungguhnya,
ide pemunculan pembiayaan mikro syariah, atau yang dikenal sebagai lembaga
keuangan mikro syariah (LKMS), haruslah ditopang konsep dan mekanisme yang
jelas, sehingga kontribusinya dapat dirasakan umat (SA Roosly, 2002).
Saat
ini, terjadi ketimpangan. Fokus dan perhatian prospek pengembangan ekonomi umat
hanya bergantung pada sektor perbankan dan institusi finansial lainnya --yang
skalanya lebih bersifat menengah ke atas-- dibandingkan dengan prioritas untuk
menggarap sektor kecil dan menengah ke bawah. Akibatnya, arah pengembangan
ekonomi yang berbasis keumatan ini menjadi tidak seimbang. Padahal, seharusnya,
melalui pengembangan usaha mikro inilah landasan penataan perekonomian
masyarakat beserta infrastrukturnya dibangun dan diperkuat.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah
Zaky Al-Kaaf, Ekonomi dalam Perspektif Islam,Bandung: CV Pustaka Setia, 2002.
Basyir,
Asas-Asas Hukum Muamalat
(Hukum Perdata Islam), Yogyakarta : UII Press, Edisi Revisi,
2000.
Ghofur
Anshori, Perbankan Syariah
Di Indonesia, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2007.
Karim,
Analisis KJKS Indonesia,Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010.
Agustianto, Percikan Pemikiran Ekonomi Islam,Bandung:
Cipta Pustaka Media, 2002
0 komentar:
Posting Komentar