Selasa, 18 Oktober 2016

PERANAN KJKS KOPERASI SYARIAH DALAM PENGEMBANGAN PEMBERDAYAAN UKM


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
 Di  dalam  sistem  perkonomian  Indonesia  dikenal  ada  tiga  pilar  yang menyangga  perekonomian.  Ketiga  pilar  itu  adalah  Badan  Usaha  Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), termasuk UMKM, dan koperasi.
Koperasi  adalah  organisasi  otonom,  yang  berada  di  dalam  lingkungan
sosial  ekonomi,  yang  menguntungkan  setiap  anggota  dan  pengurus. Oleh  karenanya  koperasi  diartikan  sebagai  perkumpulan  sejumlah  orang  secara  sukarela untuk mencapai sesuatu melalui penyetoran suatu distriribusi yang sama  untuk modal yang diperlukan.
Koperasi  menurut  undang-undang  Nomor  25  tahun  1992  ialah  badan
usaha yang beranggotakan orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan
kegiatannya  berdasarkan  prinsip  koperasi  sekaligus  sebagai  gerakan  ekonomi
rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Semenjak  perekonomian  Indonesia  diramaikan  oleh  perekonomian  yang  berbasis  Syariah,  dan  mulai  bermunculan  lembaga  keuangan  yang  berbasis  syariah  dan  salah  satunya  adalah  koperasi  syariah  atau  yang  disebut  dengan  Koperasi Jasa Keuangn Syariah (KJKS).
Dalam peraturan Mentri Negara koperasi dan usaha kecil dan menengah Republik Indonesia menimbang bahwa Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) dan Unit Jasa Keuangan Syariah Koperasi (UJKS Koperasi) merupakan lembaga koperasi  yang  melakukan  kegiatan  usaha  pembiayaan,  investasi,  dan simpanan berdasarkan  pola  syariah  yang  perlu  dikelola  secara  profesional  sesuai  dengan
prinsip  kehati-hatian  dan  kesehatan,  sehingga  dapat  meningkatkan  kepercayaan dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada anggota dan masyarakat  di sekitarnya.
Undang-Undang   Nomor  35  Pasal  1  tahun  2007  menyatakan  bahwa Koperasi Jasa Keuangan Syariah, selanjutnya disebut KJKS, adalah koperasi yang kegiatan usahanya bergerak di bidang pembiayaan investasi, simpanan sesuai pola syariah.

B.     Rumusan Masalah
Adapun tujuan dan manfaat penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan Bagaiamana peranan KJKS Koperasi Syariah dalam Pengembangan Pemberdayaan UKM ?

C.    Tujuan dan Manfaat Penulisan Makalah
Tujuan dan manfaat penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peranan KJKS Koperasi Syariah dalam Pengembangan Pemberdayaan UKM.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian KJKS
Keluarnya Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 91/Kep/IV/KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah merupakan realisasi atas keperdulian pemerintah untuk berperan memberikan payung hukum atas kenyataan yang tumbuh subur dalam masyarakat ekonomi Indonesia terutama dalam lingkungan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.
Kenyataan itu membuktikan bahwa system ekonomi syariah dapat diterima dan diterapkan dalam masyarakat Indonesia bahkan mempunyai nilai positif dalam membangun masyarakat Indonesia dalam kegiatan ekonomi sekaligus membuktikan kebenaran hukum ekonomi syariah mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan sistem ekonomi komunis maupun ekonomi kapitalis.
Indonesia yang masyarakatnya mayoritas beragama Islam adalah lahan subur bagi tumbuh berkembangnya ekonomi syariah. Semakin tinggi kualitas kemampuan seseorang dan integritas diniyahnya akan semakin tertarik untuk menerapkan system ekonomi syariah dari pada yang lain. Hal ini disebabkan oleh panggilan hati nurani dan semangat jihad yang membakar keteguhan jiwanya memperjuangkan ajaran agama dalam segala unsur dunia. Hal ini sinergis dengan do’a seorang muslim “ Allaahuma Ashlikhli dini aladzi huwa ‘ismatu amri “ yang artinya Ya Allah perbaikilah keyakinan agamaku karena dengan ajaran agamaku itu akan menuntunku dalam melaksanakan segala urusan kehidupan”
Praktek usaha koperasi yang dikelola secara syariah telah tumbuh dan berkembang di masyarakat serta mengambil bagian penting dalam memberdayakan ekonomi masyarakat. Di masyarakat telah bermunculan BMT yang bernaung dalam kehidupan payung hukum koperasi. Hal inilah yang mendorong Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah untuk menerbitkan Surat Keputusan Nomor 91/Kep/MKUKM/IX/2004
Berdasarkan ketentuan yang disebut Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) adalah koperasi yang kegiatan usahanya bergerak dibidang pembiayaan, investasi dan simpanan sesuai pola bagi hasil (syariah).
Dengan demikian semua BMT yang ada di Indonesia dapat digolongkan dalam KJKS, mempunyai payung Hukum dan legal kegiatan operasionalnya asal saja memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Adapun tentang Unit Jasa Keuangan Syariah sebagaimana tersebut dalam pasal 1 ayat (3) Kepmen Kop Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 adalah unit koperasi yang bergerak dibidang usaha pembiayaan, investasi dan simpanan dengan pola bagi hasil ( Syariah ) sebagai bagian dari kegiatan koperasi yang bersangkutan. Dengan demikian sebuah koperasi yang mempunya UJKS disamping melayani anggota dengan ketentuan UU No 25 tahun 1992, juga melaksanakan kegiatan yang diatur dalam keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomo 91/Kep/M.KUKM/IX/2004



B.     peranan KJKS Koperasi Syariah dalam Pengembangan Pemberdayaan UKM
Dilihat dari potensi dan sumber pendanaan yang sudah berjalan, sebenarnya baitull mall watt tamwil memiliki potensi pembiayaan dan pengelolaan dana ekonomi umat yang cukup besar. Jika pengelolaan dana baitull mall watt tamwil bisa dilakukan secara terpadu antarinstitusi keuangan syariah, maka hal tersebut akan menjadi sumber kekuatan yang sangat besar. Dari aspek kelembagaan, terdapat dua hal yang mendesak untuk dilakukan, yaitu pengakuan dan apresiasi terhadap keberadaan dan peran baitull mall watt tamwil untuk mengemban amanah dana umat secara profesional, dan penguatan serta perlindungan bagi baitull mall watt tamwil dan nasabahnya. Salah satu bentuk apresiasi ini adalah melalui pemberian kejelasan status dan posisi legal-formal bagi baitull mall watt tamwil . Kenyataan menunjukkan bahwa tidak semua baitull mall watt tamwil beroperasi dengan mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Sebagai contoh, jika terjalin sinergi yang konstruktif antarlembaga pengelola zakat, infak, dan shadaqah (ZIS), maka dana ZIS yang terkumpul akan mampu menstimulasi pertumbuhan ekonomi masyarakat. Tentu saja dengan catatan bahwa program-program yang dilakukan memiliki sasaran yang jelas dan tepat. Namun yang harus diingat adalah besarnya potensi tersebut tidak akan pernah terwujud tanpa diiringi perbaikan dan inovasi dari semua elemen yang terkait di dalamnya, baik pada aspek kelembagaan, pendanaan, maupun pelayanan.lemahnya posisi tawar ekonomi umat Islam di Indonesia dan ketidakmampuan untuk memanfaatkan potensi ekonomi yang ada, telah menyebabkan posisi umat sangat lemah, dan seringkali menjadi kambing hitam serta terpinggirkan dalam proses pembangunan. Membangun sumberdaya ekonomi adalah sebuah keharusan, sebagai upaya untuk merancang masa depan perekonomian umat.
Fakta menunjukkan bahwa hampir 90 persen pelaku usaha ekonomi berskala kecil adalah umat Islam. Namun ironisnya, dari keseluruhan usaha mikro yang ada, dapat dikatakan umat Islam masih belum memiliki institusi yang kuat, mapan, dan bebas dari intervensi pihak manapun. Untuk itu, pengembangan usaha mikro umat pun harus mendapat perhatian kita semua.
Sesungguhnya, ide pemunculan pembiayaan mikro syariah, atau yang dikenal sebagai lembaga keuangan mikro syariah (LKMS), haruslah ditopang konsep dan mekanisme yang jelas, sehingga kontribusinya dapat dirasakan umat (SA Roosly, 2002).
Saat ini, terjadi ketimpangan. Fokus dan perhatian prospek pengembangan ekonomi umat hanya bergantung pada sektor perbankan dan institusi finansial lainnya --yang skalanya lebih bersifat menengah ke atas-- dibandingkan dengan prioritas untuk menggarap sektor kecil dan menengah ke bawah. Akibatnya, arah pengembangan ekonomi yang berbasis keumatan ini menjadi tidak seimbang. Padahal, seharusnya, melalui pengembangan usaha mikro inilah landasan penataan perekonomian masyarakat beserta infrastrukturnya dibangun dan diperkuat.

1.      Perkembangan LKM
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia telah memberi pelajaran penting tentang kondisi ekonomi Indonesia sebenarnya. Perekonomian negeri ini ternyata dikuasai sektor korporasi atau usaha besar yang dikuasai segelintir orang. Sementara itu, di sisi lain, pilar pembangunan ekonomi lainnya seperti usaha kecil dan menengah (UKM) tidak mendapat perhatian yang cukup dari pemerintah. Perannya seringkali tidak berarti dalam perekonomian nasional. Ironisnya, ketika terjadi krisis, terbukti sektor korporasi tidak mampu bertahan dengan baik. Justru UKM, yang tadinya dianggap kurang berperan dalam perekonomian nasional, terbukti lebih mampu bertahan menghadapi gejolak perekonomian yang mengarah pada krisis multidimensi tersebut.
Dengan fakta tersebut, seharusnya pemerintah lebih memperhatikan sektor ini dengan melahirkan paradigma pengembangan sektor UKM secara lebih serius. Sehingga kebijakan-kebijakan yang akan dikeluarkan, nantinya, benar-benar mencerminkan keberpihakan pemerintah terhadap sektor ini. Tentu saja, keberadaan UKM tidak dapat dilepaskan dari keberadaan lembaga keuangan mikro (LKM).
Di Indonesia, LKM dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu yang bersifat formal dan informal. Lembaga yang bersifat formal ada yang berbentuk bank, ada pula yang berbentuk lembaga non-bank. Sedangkan LKM yang bersifat informal biasanya berbentuk lembaga swadaya masyarakat, kelompok swadaya masyarakat, baitul maal wat tamwil (BMT), serta berbagai bentuk institusi yang pengelolaanya ditangani langsung oleh masyarakat.
Hingga tahun 2002, jumlah LKM dari berbagai jenis yang beroperasi secara aktif di Indonesia mencapai sekitar 53 ribu unit. Namun demikian, dari jumlah tersebut, lembaga yang beroperasi dengan menggunakan prinsip syariah masih sangat kecil. Jumlah nasabah yang dilayani LKM melebihi 17 juta orang, sedangkan jumlah kredit mikro yang telah disalurkan mencapai lebih dari Rp 16 triliun.
Dari sisi jumlah nasabah, LKM jenis unit simpan pinjam memiliki jumlah nasabah terbesar, yaitu 10 juta orang lebih. Sedangkan dari sisi jumlah kredit mikro yang berhasil disalurkan, BRI Unit Desa menyalurkan kredit dalam jumlah terbesar, yaitu sekitar Rp 7,8 triliun (Bank Indonesia, 2002).
Berdasarkan data tersebut, posisi LKMS masih terbilang sangat kecil skalanya --baik ditinjau dari segi jumlah maupun dari segi penguasaan aset. Padahal, sekitar 95 persen dari nasabah yang ada adalah umat Islam. Kita bisa melihat bahwa jaminan aktivitas pembiayaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah masih sangat minim keberadaannya. Inilah tantangan besar yang harus dijawab dengan sebuah kerja keras secara kolektif.
Diharapkan, ke depan, akan muncul lembaga yang sehat, mampu menawarkan solusi keuangan, dan mendapat kepercayaan dari masyarakat. Sehingga dampaknya akan dirasakan langsung oleh umat. Dari aspek pendanaan, terdapat beberapa hal yang juga perlu dilakukan. Antara lain peningkatan aksesibilitas LKMS pada sumber dana sekunder seperti perbankan syariah, mobilisasi dana lokal dan dana luar negeri, serta peningkatan kerja sama antar-LKMS --termasuk di dalamnya peningkatan transparansi pengelolaan dana dan akuntabilitas dalam pelaporan keuangan. Sedangkan dari aspek pelayanan, terdapat beberapa pendekatan yang dapat dilakukan, seperti pemberian pelatihan, konsultasi, dan pendampingan bagi LKMS dalam menjalankan fungsinya.
Yang juga tidak kalah penting adalah bagaimana menjadikan LKMS sebagai penasihat usaha bagi nasabahnya, dengan memberikan prinsip-prinsip pengelolaan usaha dan perilaku usaha yang sesuai syariah. Sehingga diharapkan akan lahir generasi baru dengan karakter Utsman bin ‘Affan, Abu Bakar Siddik, maupun Abdurrahman bin Auf. Mereka tangguh sebagai usahawan, sekaligus kokoh menjaga akidah dan memegang prinsip.

2.      Sumber pertolongan
Memperkuat sektor usaha kecil dan menengah sesungguhnya merupakan dasar bagi kita dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Bahkan, membangun usaha mikro merupakan sumber turunnya pertolongan dan rezeki dari Allah SWT, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah SAW: ''kalian akan ditolong dan diberi rezeki dengan sebab kaum dhuafa di antara kalian'' (HR Daelami).
Yang dimaksud hadits tersebut adalah rahmat Allah akan turun ketika kita menunjukkan keberpihakan kita terhadap masyarakat kecil dan termarjinalkan --termasuk UKM-- agar mereka dapat terberdayakan. Bahkan dalam QS 28: 5 ditegaskan bahwa masyarakat yang dianggap lemah pun memiliki potensi dan bisa menjadi sumber kekuatan. Artinya, menyepelekan mereka, apalagi kemudian mengkhianatinya, hanya akan menyebabkan hilangnya potensi yang dimiliki suatu masyarakat, bangsa, dan negara.
Sehingga, bagi kita, membangun perekonomian nasional yang kuat, hanya dapat dilakukan manakala institusi ekonomi mikro negeri ini mendapatkan perhatian dan dukungan dari semua pihak, baik pemerintah, DPR, maupun masyarakat lain secara keseluruhan. Inilah paradigma yang harus dibangun dan ditanamkan, agar problematika kemiskinan dan pengangguran yang terjadi di Tanah Air tercinta ini dapat diatasi. Wallahu a'lam.

C.     Sistem pengoperasian Koperasi Jasa Keuangan Syariah
           Jika dibandingkan jenis produk antara koperasi syariah dan koperasi konvensional sebenarnya hampir sama yang umumnya menyangkut produk simpanan dan produk pinjaman. Tapi bila diperbandingkan pada sistemnya, Koperasi Jasa Keuangan Syariah sangat jauh berbeda dengan koperasi konvensional. Karna disatu sisi, koperasi konvensional menggunakan sistem bunga sedangkan Koperasi Jasa Keuangan Syariah menggunakan sistem bagi hasil. Dan bila anda ingin tahu bagaimana praktek pada bentuk jasa keuangan syariah di koperasi syariah sebenarnya kurang lebih sama dengan bank syariah yang juga menggunakan sistem Murabahah, Mudharabah dan Ijarah.
Sekalipun Koperasi Jasa Keuangan Syariah hampir sama produknya dengan bank syariah, tapi pada produk funding-nya terdapat perbedaan. Produk funding atau pendanaan pada Koperasi Jasa Keuangan Syariah dinamakan Simpanan sedangkan pada Bank Syariah disebut Tabungan. Perbedaan istilah ini didasari pada induk yang menaungi Koperasi Simpan Pinjam Syariah dan Bank Syariah itu sendiri. Pada Koperasi Simpan Pinjam Syariah berada di bawah naungan Dinas Koperasi sedangkan Bank Syariah dibawah naungan Bank Indonesia dimana izin pendirian kedua jenis lembaga tersebut dikeluarkan dari masing-masing induknya.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
 Adapun tentang Unit Jasa Keuangan Syariah sebagaimana tersebut dalam pasal 1 ayat (3) Kepmen Kop Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 adalah unit koperasi yang bergerak dibidang usaha pembiayaan, investasi dan simpanan dengan pola bagi hasil ( Syariah ) sebagai bagian dari kegiatan koperasi yang bersangkutan. Dengan demikian sebuah koperasi yang mempunya UJKS disamping melayani anggota dengan ketentuan UU No 25 tahun 1992, juga melaksanakan kegiatan yang diatur dalam keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomo 91/Kep/M.KUKM/IX/2004.
Sesungguhnya, ide pemunculan pembiayaan mikro syariah, atau yang dikenal sebagai lembaga keuangan mikro syariah (LKMS), haruslah ditopang konsep dan mekanisme yang jelas, sehingga kontribusinya dapat dirasakan umat (SA Roosly, 2002).
Saat ini, terjadi ketimpangan. Fokus dan perhatian prospek pengembangan ekonomi umat hanya bergantung pada sektor perbankan dan institusi finansial lainnya --yang skalanya lebih bersifat menengah ke atas-- dibandingkan dengan prioritas untuk menggarap sektor kecil dan menengah ke bawah. Akibatnya, arah pengembangan ekonomi yang berbasis keumatan ini menjadi tidak seimbang. Padahal, seharusnya, melalui pengembangan usaha mikro inilah landasan penataan perekonomian masyarakat beserta infrastrukturnya dibangun dan diperkuat.

DAFTAR PUSTAKA

 Abdullah Zaky Al-Kaaf, Ekonomi dalam Perspektif Islam,Bandung: CV Pustaka  Setia, 2002.

Basyir,  Asas-Asas  Hukum  Muamalat  (Hukum  Perdata  Islam), Yogyakarta : UII Press, Edisi Revisi, 2000.

Ghofur  Anshori,  Perbankan  Syariah  Di  Indonesia, Yogyakarta:  Gajah Mada University Press, 2007.

Karim,  Analisis KJKS Indonesia,Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010.

Agustianto,  Percikan Pemikiran Ekonomi Islam,Bandung: Cipta Pustaka Media, 2002



0 komentar:

Posting Komentar