Senin, 17 Oktober 2016

Break Even Point (BEP)



BAB I  
PENDAHULUAN

A.    Pendahuluan
            Setiap usaha bisnis didirikan dengan tujuan memperoleh laba. Laba dalam suatu bisnis merupakan tujuan utama dan pening dalam perusahaan. Keuntungan merupakan salah satu ukuran keberhasilan manajemen perusahaan dalam mengoperasikan suatu perusahaan. Mengingat upaya meraih laba tidak mudah, maka seluruh kegiatan harus direncanakan lebih dahulu dengan baik. Pihak manajemen suatu perusahaan harus mengerahkan dan mengarahkan seluruh unit dalam perusahaan untuk mencapai satu tujuan, yakni mendapat laba. Dengan demikian seluruh peserta dan unit usaha turut bertanggng jawab dalam mencapai tujuan bisnis tersebut.
            Terdapat beberapa faktor ekstern maupun intern yang dapat mempengaruhi tingkat laba yang diperoleh perusahaan, yakni :
  • Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang/jasa yang dicerminkan oleh harga pokok penjualan (HPP) atau harga pokok produksi (cost of goods sold)
  • Jumlah barang/jasa yang diproduksi dan dijual
  • Harga jual barang bersangkutan
Upaya meraih laba yang direncanakan perusahaan dipengaruhi oleh kegiatan unsur tesebut, sehingga pihak manajemen perusahaan harus berusaha mengendalikan ketiga hal tersebut.
Hal yang perlu diupayakan adalah agar seluruh barang yang diproduksi dapat dijual. Dalam rangka menentukan penghasilan, diasumsikan bahwa barang yang diproduksi habis terjual seluruhnya.
Pada faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat laba, upaya pihak manajemen dapat melakukan penekanan terhadap biaya ke tingkat biaya yang paling minimum. Di lain pihak volume penjualan barang/jasa dapat ditingkatkan ke tingkat yang paling maksimum, sehingga barang yang diproduksi habis terjual. Adapun penentuan harga jual ditetapkan dengan meraih tingkat keuntungan per-unit yang memadai, sehingga harga jualnya dapat dijangkau masyarakat-konsumen.
Usaha pihak manajemen perusahaan dalam upaya mencari  keuntungan tersebut harus didasarkan pada berapa jumlah barang yang harus diproduksi lalu dijual. Pada tahap perencanaan produksi, manajemen perusahaan harus menentukan lebih dahulu tingkat produksi yang paling minimum agar perusahaan tidak rugi. Dengan kata lain pada tahap awal perencanaan produksi harus di dasarkan kepada upaya jangan rugi atau minimal impas. Maksud dari impas adalah total penghasilan (total revenue) perusahaan sama dengan total biaya yang dikeluarkan ( TR = TC ).

B.   Rumusan Masalah
  1. Bagaimanakah Manfaat Analisis Break Even (Titik Impas)?
  2. Bagaimanakah Jenis Biaya Berdasarkan Break Even (Titik Impas) ?
  3. Bagaimanakah Cara Menentukan Break Even Point (BEP) / Titik Impas ?
  4. Bagaimana Keterbatasan Analisis Break Even Point ?     

C.  Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat disimpulkan tujuan dari penulisan adalah sebagai berikut :
  1. Memahami Manfaat Analisis Break Even (Titik Impas).
  2. Memahami Jenis Biaya Berdasarkan Break Even (Titik Impas).
  3. Memahami Cara Menentukan Break Even Point (BEP).
  4. Memahami  Keterbatasan Analisis Break Even Point.







BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Break Even Point
  • Break even dapat diartikan suatu keadaan dimana dalam operasi perusahaan, perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi (penghasilan = total biaya). (Munawir, 1986)
  • Break Even Point adalah titik produksi, dimana hasil penjualan sama persis dengan total biaya produksi. (Alwi, 1993)

B.     Pengertian Break Even Point Analysis (BEPA)
  • Analisa break even adalah suatu analisa untuk menentukan tingkat penjualan yang harus dicapai oleh suatu perusahaan agar perusahaan tersebut tidak menderita kerugian, tetapi juga belum memperoleh keuntungan. Dengan analisa break even ini juga akan diketahui berbagai tingkat keuntungan atau kerugian untuk berbagai tingkat penjualan. (Munawir, 1986)
  • Dari segi produksi, BEPA adalah titik yang menunjukkan tingkat produksi barang/jasa yang dijual tetapi tidak memberikan keuntungan maupun kerugian. Atau tingkat produksi barang/jasa dijual, di mana total penghasilan dan biaya dalam keadaan impas atau sama besarnya. (Alwi, 1993)

Break Even Point Analysis (BEPA) adalah analisis untuk menentukan hal-hal sebagai berikut:
·         Menentukan jumlah penjualan minimum yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Jumlah penjualan minimum ini berarti juga jumlah produksi minimum yang harus dibuat.
·         Selanjutnya menentukan jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh laba yang telah direncanakan. Dapat diartikan bahwa tingkat produksi harus ditetapkan untuk memperoleh laba tersebut.
·         Mengukur dan menjaga agar penjualan tidak lebih kecil dari BEP. Sehingga tingkat produksi pun tidak kurang dari BEP.
·         Menganalisis perubahan harga jual, harga pokok dan besarnya hasil penjualan atau tingkat produksi.

Jadi, BEPA dapat dilihat dari aspek pemasaran dan aspek produksi. Dari aspek ”marketing” (pemasaran) BEP berarti volume penjualan di mana total penghasilan (TR) sama dengan total biaya (TC), sehinggga perusahaan dalam posisi tidak untung maupun tidak rugi.
Sedangkan bila ditinjau dari segi produksi, BEPA adalah titik yang menunjukkan tingkat produksi barang/jasa yang dijual tetapi tidak memberikan keuntungan maupun kerugian. Atau tingkat produksi barang/jasa dijual, di mana total penghasilan dan biaya dalam keadaan impas atau sama besarnya.
Sehingga BEPA adalah alat perencanaan penjualan, sekaligus perencanaan tingkat produksi, agar perusahaan secara minimal tidak mengalami kerugian. Selanjutnya karena harus untung berarti perusahaan harus berproduksi di atas BEP.
Jadi, BEP bukan tujuan tetapi merupakan dasar penentuan kebijakan penjualan dari kebijakan produksi, sehingga operasi perusahaan dapat berpedoman dengan titik impas. Dengan kata lain, BEPA adalah alat menentukan kebijakan berproduksi dan upaya penjualan barang agar minimal tidak rugi, bahkan harus untung. (Prawirasentono, 1997)
Analisis titik impas pada prinsipnya hanya sekedar menetapkan pada tingkat penjualan dan produksi berapa unit sehingga terjadi titik impas, di mana total penghasilan sama dengan total biaya yang telah dikeluarkan.
Analisa break-even adalah suatu teknik analisa untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan. Oleh karena analisa tersebut mempelajari hubungan antara biaya keuntungan - volume kegiatan, maka analisa tersebut sering pula disebut “Cost - Profit - Volume analysis (C.P.V. analysis). Dalam perencanaan keuntungan, analisa break-even merupakan “profit-planning approach” yang mendasarkan path hubungan antara biaya (cost) dan penghasilan penjualan (revenue).
Apabila suatu perusahaan hanya mempunyai biaya variabel saja, maka tidak akan muncul masalah break-even dalam perusahaan tersebut. Masalah break-even baru muncul apabila suatu perusahaan di samping mempunyai biaya variabel juga mempunyai biaya tetap. Besarnya biaya variabel secara totalitas akan berubah - ubah sesuai dengan perubahan volume produksi, sedangkan besarnya biaya tetap secara totalitas tidak mengalami perubahan meskipun ada perubahan volume produksi.
Dalam mengadakan analisa break-even, digunakan asumsi-asumsi dasar sebagai berikut:
  1. Biaya di dalam perusahaan dibagi dalam golongan biaya variabel dan golongan biaya tetap.
  2. Besarnya biaya variabel secara totalitas berubah-ubah secara proporsionil dengan volume produksi/penjualan. Ini berarti bahwa biaya variabel per unitnya adalah tetap sama.
  3. Besarnya biaya tetap secara totalitas tidak berubah meskipun ada perubahan volume produksi/penjualan. ini berarti bahwa biaya tetap per unitnya berubah-ubah karena adanya perubahan volume kegiatan.
  4. Harga jual per unit tidak berubah selama periode yang dianalisa.
  5. Perusahaan hanya memproduksi satu macam produk. Apabila diprodusir lebih dan satu macam produk, perimbangan penghasilan penjualan antara masing-masing produk atau “sales mix”-nya adalah tetap konstan.
Salah satu cara untuk menentukan break-even point adalah dengan membuat gambar break-even. Dalam gambar tersebut akan nampak garis-garis biaya tetap, biaya total yang menggambarkan jumlah biaya tetap dan biaya variabel, dan garis penghasilan penjualan.
Besarnya volume produksi/penjualan dalam unit nampak pada sumbu horizontal (sumbu X) dan besarnya biaya dan penghasilan penjualan akan nampak pada sumbu ventikal (sumbu Y).
Dalam gambar break-even tersebut break-even point dapat ditentukan, yaitu pada titik di mana terjadi persilangan antara garis penghasilan penjualan dengan garis biaya total. dan Apabila titik tersebut kita tarik garis lurus vertikal ke bawah sampai sumbu X akan nampak besarnya break-even dalam unit. dan Kalau titik itu ditarik garus lurus horizontal ke samping sampai sumbu Y, akan nampak besarnya break-even dalam rupiah.
Dalam menggambarkan garis biaya tetap dalam gambar break-even itu dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan menggambarkan garis biaya tetap secara horizontal sejajar dengan sumbu X, atau dengan menggambarkan garis biaya tetap sejajar dengan garis biaya variabel. Pada cara yang kedua, besarnya “contribution margin” akan nampak pada gambar break-even tersebut.
Untuk jelasnya dapatlah diberikan contoh di bawah
Contoh 22.1
Suatu perusahaan bekerja dengan biaya tetap sebesar Rp300.000.OO. Biaya variabel per unit Rp40,00. Harga jual per unit Rpl00,00. Kapasitas produksi maksimal 10.000 unit. Dengan dua cara dalam menggambarkan garis biaya tetap, atas dasar data tersebut, kita dapat membuat dua gambar break-even seperti nampak di bawah ini.
Dari kedua gambar tersebut di atas nampak bahwa break-even point tecapai pada volume penjualan sebesar Rp500.000,00 atau dinyatakan dalam unit sebanyak 5.000 unit. Pada gambar 22.1.b. adalah lebih baik karena pada gambar tersebut nampak konsep “contribution margin”. Dalam gambar tersebut break-even point tercapai pada volume kegiatan di mana contribution margin (yaitu penghasilan penjualan minus biaya variabel) tepat sama besarnya dengan biaya tetap, yaitu pada volume penjualan Rp500.000,00 atau dalam unit sebanyak 5.000 unit.
Perhitungan break-even point yang lebih tepat dapat dilakukan dengan cara “trial and error” (serba coba-coba) atau dengan menggunakan rumus-rumus aljabar.

  1. Perhitungan Break-Even Point dengan Cara “Trial and Error”
Perhitungan break-even point dapat dilakukan dengan cara coba-coba, yaitu dengan menghitung keuntungan operasi dan suatu volume produksi/penjualan tertentu. Apabila perhitungan tersebut menghasilkan keuntungan maka diambil volume penjualan/produksi yang lebih rendah. Apabila dengan mengambil suatu volume penjualan tertentu, perusahaan menderita kerugian maka kita mengambil volume penjualan/produksi yang lebih besar, Demikian dilakukan seterusnya hingga dicapai volume penjualan/produksi di mana penghasilan penjualan tepat sama dengan besarnya biaya total. Misalkan dari contoh 22.1. diambil volume produksi 6.000 unit. Dengan volume produksi 6.000 unit maka dapat dihitung keuntungan operasi sebagai berikut:

= (6.000 x Rp100,00)  Rp300.000,00 + (6.000 x Rp40,00))          
= Rp600.000.00                   (Rp300.000,00 + Rp240.000,00)        = Rp60.000,00
Pada volume produksi 6.000 unit perusahaan masih mendapatkan keuntungan. Ini berarti bahwa break-even pointnya terletak di bawah 6.000 unit. Misalkan diambil 4.000 unit, dan hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:
(4.000 x Rp100.00) — Rp300.000.00 + (4.000 x Rp40,00)
= Rp400.000,00                 (Rp300.000,00 + Rp160.000,00)        = Rp- 60.000,00
Pada volume 4.000 unit ternyata diderita kerugian sebesar Rp60.000,00. Ini beranti bahwa break-even pointnya lebih besar dan 4.000 unit. Misalkan kita ambil 5.000 unit, dan hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:
(5.000 x Rp100,00) — (Rp300.000,00 + Rp200.000,00)) =
Rp500.000,00    (Rp300.000,00 + Rp200.000,00) = Rp0,00.
Ternyata pada volume produksi penjualan 5.000 unit tercapai break-even point yaitu yang di mana keuntungan netonya sama dengan nol.

  1. Perhitungan Break-Even Point dengan Menggunakan Rumus Aljabar
Perhitungan break-even point dengan menggunakan rumus aijabar dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a)      atas dasar unit
b)      atas dasar sales dalam rupiah.

a)      Perhitungan break-even point atas dasar unit dapat dilakukan dengan menggunakan rumus:

dimana
P = hargajual per unit
V = biaya variabel per unit
FC = biaya tetap
Q = jumlah unit/kuantitas produk yang dihasilkan dan dijual.
Dari contoh 22.1. dapat dihitung secara Iangsung dalam unit dengan menggunakan rumus tersebut di atas dan hasilnya adalah sebagai berikut.
b) Perhitungan break-even point atas dasar sales dalam rupiah dapat dilakukan dengan menggunakan rumus aljabar sebagai berikut:
di mana:
PC = biaya tetap
VC = biaya variabel
S = volume penjualan.
Dari contoh 22.1. di muka, Sales pada break-even dinyatakan dalam rupiah dapat dihitung dengan menggunakan rumus tersebut sebagai berikut:
Dari perhitungan di atas dapat diketahui bahwa volume penjualan pada break-even dinyatakan dalam rupiah adalah sebesar Rp500.000,00. Apabila volume penjualan tersebut dibagi dengan harga jual per unit, hasilnya menunjukkan break-even point dalam unit yaitu:
Dalam analisa BEP perlu pula dipahami konsep “Margin of Safety”.Besarnya margin of safety dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Margin of Safety menupakan angka yang menunjukkan jarak antara penjualan yang direncanakan atau dibudgetkan (budgeted Sales) dengan penjualan pada break-even. Dengan demikian maka margin of safety adalah juga menggambarkan batas jarak, di mana kalau berkurangnya penjualan melampaui batas jarak tersebut, perusahaan akan menderita kerugian. Dari contoh 22.1. besamya margin of safety dapat dihitung sebagai berikut:
Angka margin of safety sebesar 50% menunjukkan kalau jumlah penjualan yang nyata berkurang atau menyimpang lebih besar dari 50% (dari penjualan yang direncanakan) perusahaan akan menderita kerugian. Kalau berkurangnya penjualan hanya 40% dan yang direncanakan, perusahaan belum mendenita kerugian.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa makin kecilnya margin of safety berarti makin cepat perusahaan menderita kerugian dalam hal ada penurunan jumlah penjualan yang nyata. Untuk membedakan batas penyimpangan yang dapat menimbulkan kerugian dinyatakan dalam angka absolut dan dalam angka relatif, kadang-kadang digunakan dua macam istilah. Untuk batas penyimpangan yang absolut digunakan istilah “margin of Safety” dan untuk batas penyimpangan dalam angka yang relatif (dalam persentase dari sales) digunakan istilah “margin of safety ratio”. Untuk contoh tersebut di atas besarnya “margin of safety’ adalab Rp500.000,00 dan besarnya “margin of safety ratio” adalah 50%.


E. Efek Perubahan Berbagai Faktor terhadap BEP
1. Efek Perubahan Harga Jual Per Unit dan Jumlah Biaya Tetap terhadap BEP
Sebagaimana diuraikan di muka, dalam analisa BEP digunakan asumsi antara lain bahwa harga jual per unit tetap konstan. Sekarang bagaimana halnya kalau ada perubahan hargajual per unit (P)?
Apabila P naik maka ini akan mempunyai efek yang menguntungkan karena BEPnya akan turun. Dalam gambar BEP, titik break-even-nya akan bergeser ke kiri, yang berarti untuk tercapainya BEP cukup diperlukan jumlah produk yang lebih kecil.
Dari contoh 22.1. misalkan harga jual per unitnya naik dan Rp100,00 menjadi Rp160,00
Dengan adanya kenaikan P tersebut, BEPnya akan berubah menjadi lebih kecil baik dinyatakan dalam rupiah maupun dalam unit. BEP yang baru sesudah ada kenaikan hanga tersebut dapat dihitung sebagai berikut:
BEP = _____Rp. 300.000,00_____ = Rp. 400.000,00
            1 - ____Rp 400.000,00___
                        160 x 10.000
Break even point,dapat diartikan sebagai suatu titik atau keadaan dimana perusahaan di dalam operasinya tidak memperoleh keuntungan dan tidak menderita rugi. Dengan kata lain, pada keadaan itu keuntungan atau kerugian sama dengan nol.
Hal ini bisa terjadi, bila perusahaan di dalam operasinya menggunakan biaya tetap, dan volume penjualan hanya cukup untuk menutup biaya tetap dan variabel.
Apabila penjualan hanya cukup menutup biaya variabel dan sebagian biaya tetap, maka perusahaan menderita rugi. Dan sebaliknya akan memperoleh keuntungan, bila penjualan melebihi biaya variabel dan biaya tetap yang harus dikeluarkan.
Analisis break even, secara umum, dapat memberikan informasi kepada pimpinan, bagaimana pola hubungan antara volume penjualan, cost dan tingkat keuntungan yang akan diperoleh pada level penjualan tertentu. Sehingga analisis break even sering juga disebut dengan cost volume, profit analysis.
Analisis break even, dapat membantu pimpinan dalam mengambil keputusan antara lain mengenai:
  1. Jumlah penjualan minimal yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami kerugian.
  2. Jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh keuntungan tertentu.
  3. Seberapa jauhkah, berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak menderita rugi.
  4. Untuk mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan volume penjualan terhadap keuntungan yang akan diperoleh.
Analisis break even, bertitik tolak dan konsep pemisahan biaya (direct costing system) yaitu variable cost dan fixed cost.
Variable Cost
Variable cost merupakan jenis biaya yang selalu berubah sesuai dengan prubahan volume penjualan.
Perubahan ini tercermin dalam biaya variabel secara total. Sehingga dalam pengertian ini, variable cost dapat dihitung berdasarkan persentase tertentu dan penjualan. Atau variable cost per unit dikalikan dengan penjualan dalam unit. Secara grafis jenis biaya ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Fixed cost
Fixed cost merupakan jenis biaya yang selalu tetap, dan tidak terpengaruh oleh volume penjualan melainkan dihubungkan dengan waktu (function of time), sehingga jenis biaya ini akan konstan selama periode tertentu. Contoh, sewa (rent) merupakan biaya tetap. Berproduksi atau tidak biaya ini tetap dikeluarkan. Bila digambarkan, akan nampak seperti berikut:
Semi variabel cost
Semi variable cost, merupakan jenis biaya yang sebagian variable dan sebagian fixed yang kadang-kadang disebut pula dengan semi fixed cost. Biaya yang tergolong dalamjenis biaya ini misalnya, komisi bagi salesmen(s alesmen’s commission). Biaya komisi, mungkin tetap dalam range atau volume tertentu, dan akan naik pada level yang lebih tinggi.
Bila digambarkan akan nampak seperti dalam gambar:
Khusus untuk Semi Variable Cost ini sering membingungkan bagaimana menentukannya, karena jenis biaya ini sebagian mengandung unsur biaya tetap yang tidak terpengaruh oleh fluktuasi penjualan, dan sebagian lagi mengandung biaya variabel yang terkait dengan turun naiknya volume penjualan.

  1. Breakeven point untuk lebih dari satu macam produk
Untuk mencari break even point dari dua atau lebih produk maka perhitungannya agak berbeda sedikit dengan cara mencari break even point satu jenis produk karena adanya variable operating cost dan harga jual per unit yang berbeda dan masing-masing jenis produk. Di samping itu tingkat breakeven point baru dapat dihitung apabila terlebih dahulu sudah diketahui komposisi penjualan dan masing-masing produk.
Contoh: Perusahaan “Tantar Matano” yang bergerak dalam bidang produksi “kain batik” dan “stagen” merencanakan perluasan daerah pemasarannya meliputi wilayah Jawa Timur, Bali, Lombok, dan Sumbawa. Penjualan kain batik direncanakan sebesar 25.000 unit a Rp 3.500,00 dan stagen sebesar 15.000 unit a Rp 1.000,00. Variable operating cost untuk masing - masing jenis produk adalah Rp 2.000,00 per unit kain batik, dan Rp 600,00 per unit stagen, sedangkan fixed operating cost untuk kedua jenis produk tersebut adalah Rp 28.275.000,00. Hitunglah breakeven point untuk kedua jenis produk tersebut baik dalam rupiah maupun dalam unit penjualan.
Jawab: a) Breakeven point dalam rupiah
Keterangan
Produk
Total
Kain batik
Stagen
Penjualan
Rp. 87.500.000,-
Rp. 15.000.000,-
Rp. 102.500.000,-
Fixed Operation Cost
-
-
Rp    28.275.000,-
Variabel Operating cash
Rp. 50.000.000,-
Rp.   9.000.000,-
Rp    59.000.000,-


  1. BEBERAPA BATASAN ANALISIS BREAK-EVEN
Analisis break-even mempunyai beberapa batasan. Batasan tersebut berupa asumsi yang mendasari model analisis tersebut. Analisis itu akan berguna apabila beberapa asumsi dasar dipenuhi. Asumsi – asumsi tersebut adalah:
Harga jual dan biaya variable per unit konstan. Asumsi ini sering disebut dengan asumsi linieritas. Dalam praktik, fungsi pendapatan dan biaya cenderung bersifat nonlinier seperti tampak pada gambar.
Ket:  Q1      = break-even point yang rendah
Q2      = profit maksimum
Q3     = break-even point yang tinggi
Komposisi biaya operasi, asumsi lain dari analisis peluang pokok adalah bahwa biaya dapat diklasifikasikan ke dalam biaya tetap dan biaya variable. Dalam kenyataannya biaya tetap dan biaya variable saling tergantung satu sama lain dalam range tertentu dan jangka waktu tertentu.
Produk ganda, analisis peluang pokok mengasumsikan bahwa perusahaan memproduksi dan menjual produk tunggal atau kombinasi produk yang konstan atas berbagai produk yang dihasilkan. Dalam kenyataannya banyak perusahaan yang tidak dapat mempertahankan kombinasi produk untuk jangka panjang, akibatnya alokasi biaya tetap kepada setiap jenis produk menjadi sulit.
Ketidakpastian, asumsi dalam analisis adalah bahwa biaya variable per unit, harga jual dan biaya tetap dapat diketahui dengan pasti untuk setiap output. Dalam kenyataannya factor – factor tersebut adalah penuh ketidapastian (uncertainty). Selain itu, analisis peluang pokok hanya relevan untuk perencanaan jangka pendek, beberapa biaya seperti biaya penelitian dan pengembangan baru akan dirasakan manfatnya dalam jangka panjang.


G.    MANFAAT BREAK-EVEN POINT
·         Menentukan Margin Of Safety
Margin of Savety erat hubungannya dengan analisis break-even, yaitu untuk menentukan seberapa jauhkah berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak mengalami kerugian.
·         Mengatasi Masalah Sales Mix
Masalah sales mix menjadi penting untuk mengetahui jenis produksi mana yang perlu didorong, untuk memperoleh profit yang lebih tinggi.
Anggapan terhadap BEP dalam hubungannya dengan sales mix adalah, BEP akan tetap sama selama sales mix juga tetap.










BAB III
P E N U T U P

A. Kesimpulan
                  Break Even Point  (BEP) dapat diartikan sebagai suatu titik atau keadaan dimana perusahaan di dalam operasinyan tidak memperoleh keuntungan dan tidak menderita kerugian. Tujuan dari analisis break event point yaitu untuk mengetahui pada volume penjualan atau produksi berapakah suatu perusahaan akan mencapai laba tertentu.
                  Analisis Break Even Point secara umum dapat memberikan informasi kepada pimpinan, bagaimana pola hubungan antara volume penjualan, cost/biaya, dan tingkat keuntungan yang akan diperoleh pada level penjulalan tertentu.
                  Analisis break even dapat dirasakan manfaatnya apabila titik break even dapat dipertahankan selama periode tertentu. Keadaan ini dapat dipertahankan apabila biaya-biaya dan harga jual adalah konstan, karena naik turunnya harga jual dan biaya akan mempengaruhi titik break even.

B. Saran
                  Apabila suatu perusahaan memproduksi lebih dari satu macam produk maka komposisi atau perbandingan antara satu produk dengan produk lain (sales mix) haruslah tetap. Karena keadaan ini dapat dipertahankan apabila biaya-biaya dan harga jual adalah konstan, karena naik turunnya harga jual dan biaya akan mempengaruhi titik break even.
                  Jadi,Tujuan dari analisis break event point yaitu untuk mengetahui pada volume penjualan atau produksi berapakah suatu perusahaan akan mencapai laba tertentu.
                  Demikianlah makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila ada saran dan kritik yang ingin disampaikan, silahkan sampaikan kepada kami. Apabila ada terdapat kesalahan kami mohon dapat memaafkan dan memakluminya, TERIMAKASIH.

DAFTAR PUSTAKA

      Alwi, Drs. Syafrudin MS. 1993. Alat – alat Analisis dalam Pembelanjaan. Andi Offset. Yogyakarta
      Munawir, Drs. S. 1979. Analisis Laporan keuangan. Liberty. Yogyakarta.

0 komentar:

Posting Komentar