BAB I
PENDAHULUAN
A.
Pendahuluan
Setiap usaha bisnis didirikan dengan
tujuan memperoleh laba. Laba dalam suatu bisnis merupakan tujuan utama dan
pening dalam perusahaan. Keuntungan
merupakan salah satu ukuran keberhasilan manajemen perusahaan dalam mengoperasikan
suatu perusahaan. Mengingat upaya meraih laba tidak mudah, maka seluruh
kegiatan harus direncanakan lebih dahulu dengan baik. Pihak manajemen suatu
perusahaan harus mengerahkan dan mengarahkan seluruh unit dalam perusahaan
untuk mencapai satu tujuan, yakni mendapat laba. Dengan demikian seluruh
peserta dan unit usaha turut bertanggng jawab dalam mencapai tujuan bisnis
tersebut.
Terdapat beberapa faktor ekstern maupun intern yang dapat
mempengaruhi tingkat laba yang diperoleh perusahaan, yakni :
- Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi
suatu barang/jasa yang dicerminkan oleh harga pokok penjualan (HPP) atau
harga pokok produksi (cost of goods sold)
- Jumlah barang/jasa yang diproduksi dan dijual
- Harga jual barang bersangkutan
Upaya meraih
laba yang direncanakan perusahaan dipengaruhi oleh kegiatan unsur tesebut,
sehingga pihak manajemen perusahaan harus berusaha mengendalikan ketiga hal
tersebut.
Hal yang
perlu diupayakan adalah agar seluruh barang yang diproduksi dapat dijual. Dalam
rangka menentukan penghasilan, diasumsikan bahwa barang yang diproduksi habis
terjual seluruhnya.
Pada
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat laba, upaya pihak manajemen dapat
melakukan penekanan terhadap biaya ke tingkat biaya yang paling minimum. Di
lain pihak volume penjualan barang/jasa dapat ditingkatkan ke tingkat yang
paling maksimum, sehingga barang yang diproduksi habis terjual. Adapun
penentuan harga jual ditetapkan dengan meraih tingkat keuntungan per-unit yang
memadai, sehingga harga jualnya dapat dijangkau masyarakat-konsumen.
Usaha pihak
manajemen perusahaan dalam upaya mencari
keuntungan tersebut harus didasarkan pada berapa jumlah barang yang
harus diproduksi lalu dijual. Pada tahap perencanaan produksi, manajemen
perusahaan harus menentukan lebih dahulu tingkat produksi yang paling minimum
agar perusahaan tidak rugi. Dengan kata lain pada tahap awal perencanaan
produksi harus di dasarkan kepada upaya jangan rugi atau minimal impas. Maksud
dari impas adalah total penghasilan (total revenue) perusahaan sama dengan
total biaya yang dikeluarkan ( TR = TC ).
B. Rumusan Masalah
- Bagaimanakah Manfaat Analisis Break Even (Titik
Impas)?
- Bagaimanakah Jenis Biaya Berdasarkan Break Even
(Titik Impas) ?
- Bagaimanakah Cara Menentukan Break Even Point
(BEP) / Titik Impas ?
- Bagaimana Keterbatasan Analisis Break Even
Point ?
C.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah diatas dapat disimpulkan tujuan dari penulisan adalah sebagai
berikut :
- Memahami Manfaat Analisis Break Even (Titik
Impas).
- Memahami Jenis Biaya Berdasarkan Break Even
(Titik Impas).
- Memahami Cara Menentukan Break Even Point
(BEP).
- Memahami
Keterbatasan Analisis Break Even Point.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Break
Even Point
- Break even
dapat diartikan suatu keadaan dimana dalam operasi perusahaan, perusahaan
tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi (penghasilan = total
biaya). (Munawir, 1986)
- Break Even
Point adalah titik produksi, dimana hasil penjualan sama persis dengan
total biaya produksi. (Alwi, 1993)
B. Pengertian Break
Even Point Analysis (BEPA)
- Analisa
break even adalah suatu analisa untuk menentukan tingkat penjualan yang
harus dicapai oleh suatu perusahaan agar perusahaan tersebut tidak
menderita kerugian, tetapi juga belum memperoleh keuntungan. Dengan
analisa break even ini juga akan diketahui berbagai tingkat keuntungan
atau kerugian untuk berbagai tingkat penjualan. (Munawir, 1986)
- Dari segi
produksi, BEPA adalah titik yang menunjukkan tingkat produksi barang/jasa
yang dijual tetapi tidak memberikan keuntungan maupun kerugian. Atau
tingkat produksi barang/jasa dijual, di mana total penghasilan dan biaya
dalam keadaan impas atau sama besarnya. (Alwi, 1993)
Break Even Point Analysis
(BEPA) adalah analisis untuk menentukan hal-hal sebagai berikut:
·
Menentukan jumlah
penjualan minimum yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami
kerugian. Jumlah penjualan minimum ini berarti juga jumlah produksi minimum
yang harus dibuat.
·
Selanjutnya
menentukan jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh laba yang telah
direncanakan. Dapat diartikan bahwa tingkat produksi harus ditetapkan untuk
memperoleh laba tersebut.
·
Mengukur dan
menjaga agar penjualan tidak lebih kecil dari BEP. Sehingga tingkat produksi
pun tidak kurang dari BEP.
·
Menganalisis
perubahan harga jual, harga pokok dan besarnya hasil penjualan atau tingkat
produksi.
Jadi, BEPA
dapat dilihat dari aspek pemasaran dan aspek produksi. Dari aspek ”marketing”
(pemasaran) BEP berarti volume penjualan di mana total penghasilan (TR) sama
dengan total biaya (TC), sehinggga perusahaan dalam posisi tidak untung maupun
tidak rugi.
Sedangkan
bila ditinjau dari segi produksi, BEPA adalah titik yang menunjukkan tingkat
produksi barang/jasa yang dijual tetapi tidak memberikan keuntungan maupun
kerugian. Atau tingkat produksi barang/jasa dijual, di mana total penghasilan
dan biaya dalam keadaan impas atau sama besarnya.
Sehingga
BEPA adalah alat perencanaan penjualan, sekaligus perencanaan tingkat produksi,
agar perusahaan secara minimal tidak mengalami kerugian. Selanjutnya karena
harus untung berarti perusahaan harus berproduksi di atas BEP.
Jadi, BEP
bukan tujuan tetapi merupakan dasar penentuan kebijakan penjualan dari
kebijakan produksi, sehingga operasi perusahaan dapat berpedoman dengan titik
impas. Dengan kata lain, BEPA adalah alat menentukan kebijakan berproduksi dan
upaya penjualan barang agar minimal tidak rugi, bahkan harus untung.
(Prawirasentono, 1997)
Analisis
titik impas pada prinsipnya hanya sekedar menetapkan pada tingkat penjualan dan
produksi berapa unit sehingga terjadi titik impas, di mana total penghasilan
sama dengan total biaya yang telah dikeluarkan.
Analisa break-even adalah suatu teknik
analisa untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel,
keuntungan dan volume kegiatan. Oleh karena analisa tersebut mempelajari
hubungan antara biaya keuntungan - volume kegiatan, maka analisa tersebut
sering pula disebut “Cost - Profit - Volume analysis (C.P.V. analysis). Dalam
perencanaan keuntungan, analisa break-even merupakan “profit-planning approach”
yang mendasarkan path hubungan antara biaya (cost) dan penghasilan penjualan
(revenue).
Apabila suatu perusahaan hanya mempunyai
biaya variabel saja, maka tidak akan muncul masalah break-even dalam perusahaan
tersebut. Masalah break-even baru muncul apabila suatu perusahaan di samping
mempunyai biaya variabel juga mempunyai biaya tetap. Besarnya biaya variabel
secara totalitas akan berubah - ubah sesuai dengan perubahan volume produksi,
sedangkan besarnya biaya tetap secara totalitas tidak mengalami perubahan
meskipun ada perubahan volume produksi.
Dalam
mengadakan analisa break-even, digunakan asumsi-asumsi dasar sebagai berikut:
- Biaya di
dalam perusahaan dibagi dalam golongan biaya variabel dan golongan biaya
tetap.
- Besarnya
biaya variabel secara totalitas berubah-ubah secara proporsionil dengan
volume produksi/penjualan. Ini berarti bahwa biaya variabel per unitnya
adalah tetap sama.
- Besarnya
biaya tetap secara totalitas tidak berubah meskipun ada perubahan volume
produksi/penjualan. ini berarti bahwa biaya tetap per unitnya berubah-ubah
karena adanya perubahan volume kegiatan.
- Harga jual
per unit tidak berubah selama periode yang dianalisa.
- Perusahaan
hanya memproduksi satu macam produk. Apabila diprodusir lebih dan satu
macam produk, perimbangan penghasilan penjualan antara masing-masing
produk atau “sales mix”-nya adalah tetap konstan.
Salah satu cara untuk menentukan
break-even point adalah dengan membuat gambar break-even. Dalam gambar tersebut
akan nampak garis-garis biaya tetap, biaya total yang menggambarkan jumlah
biaya tetap dan biaya variabel, dan garis penghasilan penjualan.
Besarnya volume produksi/penjualan dalam
unit nampak pada sumbu horizontal (sumbu X) dan besarnya biaya dan penghasilan
penjualan akan nampak pada sumbu ventikal (sumbu Y).
Dalam gambar break-even tersebut
break-even point dapat ditentukan, yaitu pada titik di mana terjadi persilangan
antara garis penghasilan penjualan dengan garis biaya total. dan Apabila titik
tersebut kita tarik garis lurus vertikal ke bawah sampai sumbu X akan nampak
besarnya break-even dalam unit. dan Kalau titik itu ditarik garus lurus
horizontal ke samping sampai sumbu Y, akan nampak besarnya break-even dalam
rupiah.
Dalam menggambarkan garis biaya tetap
dalam gambar break-even itu dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan
menggambarkan garis biaya tetap secara horizontal sejajar dengan sumbu X, atau
dengan menggambarkan garis biaya tetap sejajar dengan garis biaya variabel.
Pada cara yang kedua, besarnya “contribution margin” akan nampak pada gambar
break-even tersebut.
Untuk
jelasnya dapatlah diberikan contoh di bawah
Contoh
22.1
Suatu
perusahaan bekerja dengan biaya tetap sebesar
Rp300.000.OO. Biaya variabel per unit Rp40,00. Harga jual
per unit Rpl00,00. Kapasitas produksi maksimal 10.000 unit. Dengan dua cara
dalam menggambarkan garis biaya tetap, atas dasar data tersebut, kita dapat
membuat dua gambar break-even seperti nampak di bawah ini.
Dari kedua gambar tersebut di atas
nampak bahwa break-even point tecapai pada volume penjualan sebesar
Rp500.000,00 atau dinyatakan dalam unit sebanyak 5.000 unit. Pada gambar
22.1.b. adalah lebih baik karena pada gambar tersebut nampak konsep
“contribution margin”. Dalam gambar tersebut break-even point tercapai pada
volume kegiatan di mana contribution margin (yaitu penghasilan penjualan minus
biaya variabel) tepat sama besarnya dengan biaya tetap, yaitu pada volume
penjualan Rp500.000,00 atau dalam unit sebanyak 5.000 unit.
Perhitungan break-even point yang lebih
tepat dapat dilakukan dengan cara “trial and error” (serba coba-coba) atau
dengan menggunakan rumus-rumus aljabar.
- Perhitungan
Break-Even Point dengan Cara “Trial and Error”
Perhitungan break-even point dapat
dilakukan dengan cara coba-coba, yaitu dengan menghitung keuntungan operasi dan
suatu volume produksi/penjualan tertentu. Apabila perhitungan tersebut
menghasilkan keuntungan maka diambil volume penjualan/produksi yang lebih
rendah. Apabila dengan mengambil suatu volume penjualan tertentu, perusahaan
menderita kerugian maka kita mengambil volume penjualan/produksi yang lebih
besar, Demikian dilakukan seterusnya hingga dicapai volume penjualan/produksi
di mana penghasilan penjualan tepat sama dengan besarnya biaya total. Misalkan
dari contoh 22.1. diambil volume produksi 6.000 unit.
Dengan volume produksi 6.000 unit maka dapat dihitung keuntungan operasi
sebagai berikut:
= (6.000 x
Rp100,00)
Rp300.000,00 + (6.000 x Rp40,00))
= Rp600.000.00
(Rp300.000,00 + Rp240.000,00) = Rp60.000,00
Pada
volume produksi 6.000 unit perusahaan masih mendapatkan keuntungan. Ini berarti
bahwa break-even pointnya terletak di bawah 6.000 unit. Misalkan diambil 4.000
unit, dan hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:
(4.000 x Rp100.00) — Rp300.000.00 + (4.000 x Rp40,00)
= Rp400.000,00 — (Rp300.000,00 +
Rp160.000,00) = Rp- 60.000,00
Pada
volume 4.000 unit ternyata diderita kerugian sebesar Rp60.000,00. Ini beranti
bahwa break-even pointnya lebih besar dan 4.000 unit. Misalkan kita ambil 5.000
unit, dan hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:
(5.000
x Rp100,00) — (Rp300.000,00 + Rp200.000,00)) =
Rp500.000,00 — (Rp300.000,00 +
Rp200.000,00) = Rp0,00.
Ternyata
pada volume produksi penjualan 5.000 unit tercapai break-even point yaitu yang
di mana keuntungan netonya sama dengan nol.
- Perhitungan
Break-Even Point dengan Menggunakan Rumus Aljabar
Perhitungan
break-even point dengan menggunakan rumus aijabar dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu:
a)
atas
dasar unit
b)
atas
dasar sales dalam rupiah.
a)
Perhitungan
break-even point atas dasar unit dapat dilakukan dengan menggunakan rumus:
dimana
P
= hargajual per unit
V
= biaya variabel per unit
FC
= biaya tetap
Q
= jumlah unit/kuantitas produk yang dihasilkan dan dijual.
Dari contoh 22.1. dapat dihitung secara Iangsung dalam
unit dengan menggunakan rumus tersebut di atas dan hasilnya adalah sebagai
berikut.
b)
Perhitungan break-even point atas dasar sales dalam rupiah dapat dilakukan
dengan menggunakan rumus aljabar sebagai berikut:
di
mana:
PC = biaya tetap
VC = biaya variabel
S = volume penjualan.
Dari contoh 22.1. di muka, Sales pada break-even
dinyatakan dalam rupiah dapat dihitung dengan menggunakan rumus tersebut
sebagai berikut:
Dari perhitungan di atas dapat
diketahui bahwa volume penjualan pada break-even dinyatakan dalam rupiah adalah
sebesar Rp500.000,00. Apabila volume penjualan tersebut dibagi dengan harga
jual per unit, hasilnya menunjukkan break-even point dalam unit yaitu:
Dalam analisa BEP perlu pula
dipahami konsep “Margin of Safety”.Besarnya margin of safety dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Margin
of Safety menupakan angka yang menunjukkan jarak antara penjualan yang
direncanakan atau dibudgetkan (budgeted Sales) dengan penjualan pada
break-even. Dengan demikian maka margin of safety adalah juga menggambarkan
batas jarak, di mana kalau berkurangnya penjualan melampaui batas jarak
tersebut, perusahaan akan menderita kerugian. Dari contoh 22.1. besamya margin
of safety dapat dihitung sebagai berikut:
Angka
margin of safety sebesar 50% menunjukkan kalau jumlah penjualan yang nyata
berkurang atau menyimpang lebih besar dari 50% (dari penjualan yang
direncanakan) perusahaan akan menderita kerugian. Kalau berkurangnya penjualan
hanya 40% dan yang direncanakan, perusahaan belum mendenita kerugian.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa makin kecilnya margin of safety berarti makin
cepat perusahaan menderita kerugian dalam hal ada penurunan jumlah
penjualan yang nyata. Untuk membedakan batas penyimpangan yang dapat
menimbulkan kerugian dinyatakan dalam angka absolut dan dalam angka relatif,
kadang-kadang digunakan dua macam istilah. Untuk batas penyimpangan yang
absolut digunakan istilah “margin of Safety” dan untuk batas penyimpangan dalam
angka yang relatif (dalam persentase dari sales) digunakan istilah “margin of
safety ratio”. Untuk contoh tersebut di atas besarnya “margin of safety’ adalab
Rp500.000,00 dan besarnya “margin of safety ratio” adalah 50%.
E. Efek Perubahan Berbagai Faktor terhadap BEP
1. Efek Perubahan Harga Jual Per Unit dan Jumlah Biaya Tetap
terhadap BEP
Sebagaimana
diuraikan di muka, dalam analisa BEP digunakan asumsi antara lain bahwa harga
jual per unit tetap konstan. Sekarang bagaimana halnya kalau ada perubahan
hargajual per unit (P)?
Apabila
P naik maka ini akan mempunyai efek yang menguntungkan karena BEPnya akan
turun. Dalam gambar BEP, titik break-even-nya akan bergeser ke kiri, yang
berarti untuk tercapainya BEP cukup diperlukan jumlah produk yang lebih kecil.
Dari
contoh 22.1. misalkan harga jual per unitnya naik dan Rp100,00 menjadi Rp160,00
Dengan adanya kenaikan P tersebut,
BEPnya akan berubah menjadi lebih kecil baik dinyatakan dalam rupiah maupun
dalam unit. BEP yang baru sesudah ada kenaikan hanga tersebut dapat dihitung
sebagai berikut:
BEP = _____Rp. 300.000,00_____ = Rp. 400.000,00
1 -
____Rp 400.000,00___
160
x 10.000
Break even point,dapat diartikan sebagai
suatu titik atau keadaan dimana perusahaan di dalam operasinya tidak memperoleh
keuntungan dan tidak menderita rugi. Dengan kata lain, pada keadaan itu
keuntungan atau kerugian sama dengan nol.
Hal ini bisa terjadi, bila perusahaan di
dalam operasinya menggunakan biaya tetap, dan
volume penjualan hanya cukup untuk menutup biaya tetap dan variabel.
Apabila penjualan hanya cukup menutup biaya
variabel dan sebagian biaya tetap, maka perusahaan menderita rugi. Dan
sebaliknya akan memperoleh keuntungan, bila penjualan melebihi biaya variabel
dan biaya tetap yang harus dikeluarkan.
Analisis break even, secara umum, dapat
memberikan informasi kepada pimpinan, bagaimana pola hubungan antara volume
penjualan, cost dan tingkat keuntungan yang akan diperoleh pada level penjualan
tertentu. Sehingga analisis break even sering juga disebut dengan cost volume,
profit analysis.
Analisis
break even, dapat membantu pimpinan dalam mengambil keputusan antara lain
mengenai:
- Jumlah penjualan minimal yang harus dipertahankan agar
perusahaan tidak mengalami kerugian.
- Jumlah
penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh keuntungan tertentu.
- Seberapa
jauhkah, berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak menderita rugi.
- Untuk
mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan volume penjualan
terhadap keuntungan yang akan diperoleh.
Analisis break even, bertitik tolak dan
konsep pemisahan biaya (direct costing system) yaitu variable cost dan fixed
cost.
Variable Cost
Variable cost merupakan jenis biaya yang
selalu berubah sesuai dengan prubahan volume penjualan.
Perubahan ini tercermin dalam biaya
variabel secara total. Sehingga dalam pengertian ini, variable cost dapat
dihitung berdasarkan persentase tertentu dan penjualan. Atau variable cost per
unit dikalikan dengan penjualan dalam unit. Secara grafis jenis biaya ini dapat
digambarkan sebagai berikut:
Fixed cost
Fixed cost merupakan jenis biaya yang
selalu tetap, dan tidak terpengaruh oleh volume penjualan melainkan dihubungkan
dengan waktu (function of time), sehingga jenis biaya ini akan konstan selama
periode tertentu. Contoh, sewa (rent) merupakan biaya tetap. Berproduksi atau
tidak biaya ini tetap dikeluarkan. Bila digambarkan, akan nampak seperti
berikut:
Semi variabel
cost
Semi
variable cost, merupakan jenis biaya yang sebagian variable dan sebagian fixed
yang kadang-kadang disebut pula dengan semi fixed cost. Biaya yang tergolong
dalamjenis biaya ini misalnya, komisi bagi salesmen(s alesmen’s commission).
Biaya komisi, mungkin tetap dalam range atau volume tertentu, dan akan naik
pada level yang lebih tinggi.
Bila
digambarkan akan nampak seperti dalam gambar:
Khusus untuk Semi Variable Cost ini sering
membingungkan bagaimana menentukannya, karena jenis biaya ini sebagian
mengandung unsur biaya tetap yang tidak terpengaruh oleh fluktuasi penjualan,
dan sebagian lagi mengandung biaya variabel yang terkait dengan turun naiknya
volume penjualan.
- Breakeven
point untuk lebih dari satu macam produk
Untuk mencari break even point dari dua
atau lebih produk maka perhitungannya agak berbeda sedikit dengan cara mencari
break even point satu jenis produk karena adanya variable operating cost dan
harga jual per unit yang berbeda dan masing-masing jenis produk. Di samping itu
tingkat breakeven point baru dapat dihitung apabila terlebih dahulu sudah
diketahui komposisi penjualan dan masing-masing produk.
Contoh:
Perusahaan “Tantar Matano” yang bergerak dalam bidang produksi “kain batik” dan
“stagen” merencanakan perluasan daerah pemasarannya meliputi wilayah Jawa
Timur, Bali, Lombok, dan Sumbawa. Penjualan kain batik direncanakan sebesar
25.000 unit a Rp 3.500,00 dan stagen sebesar 15.000 unit a Rp 1.000,00. Variable
operating cost untuk masing - masing jenis produk adalah Rp 2.000,00 per unit
kain batik, dan Rp 600,00 per unit stagen, sedangkan fixed operating cost untuk
kedua jenis produk tersebut adalah Rp 28.275.000,00. Hitunglah breakeven point
untuk kedua jenis produk tersebut baik dalam rupiah maupun dalam unit
penjualan.
Jawab:
a) Breakeven point dalam rupiah
Keterangan
|
Produk
|
Total
|
|
Kain
batik
|
Stagen
|
||
Penjualan
|
Rp.
87.500.000,-
|
Rp.
15.000.000,-
|
Rp.
102.500.000,-
|
Fixed
Operation Cost
|
-
|
-
|
Rp 28.275.000,-
|
Variabel
Operating cash
|
Rp.
50.000.000,-
|
Rp. 9.000.000,-
|
Rp 59.000.000,-
|
- BEBERAPA BATASAN ANALISIS
BREAK-EVEN
Analisis
break-even mempunyai beberapa batasan. Batasan tersebut berupa asumsi yang mendasari model
analisis tersebut. Analisis itu akan berguna apabila beberapa asumsi dasar
dipenuhi. Asumsi – asumsi tersebut adalah:
Harga jual dan
biaya variable per unit konstan. Asumsi ini sering disebut dengan asumsi linieritas.
Dalam praktik, fungsi pendapatan dan biaya cenderung bersifat nonlinier seperti
tampak pada gambar.
Ket: Q1 =
break-even point yang rendah
Q2 = profit
maksimum
Q3 =
break-even point yang tinggi
Komposisi biaya
operasi, asumsi lain dari analisis peluang pokok adalah bahwa
biaya dapat diklasifikasikan ke dalam biaya tetap dan biaya variable. Dalam kenyataannya biaya tetap dan biaya variable saling
tergantung satu sama lain dalam range tertentu dan jangka waktu tertentu.
Produk ganda, analisis peluang pokok mengasumsikan bahwa perusahaan
memproduksi dan menjual produk tunggal atau kombinasi produk yang konstan atas
berbagai produk yang dihasilkan. Dalam kenyataannya banyak perusahaan yang
tidak dapat mempertahankan kombinasi produk untuk jangka panjang, akibatnya
alokasi biaya tetap kepada setiap jenis produk menjadi sulit.
Ketidakpastian, asumsi dalam analisis adalah bahwa biaya variable per
unit, harga jual dan biaya tetap dapat diketahui dengan pasti untuk setiap
output. Dalam kenyataannya factor – factor tersebut adalah penuh ketidapastian
(uncertainty). Selain itu, analisis peluang pokok hanya relevan untuk
perencanaan jangka pendek, beberapa biaya seperti biaya penelitian dan
pengembangan baru akan dirasakan manfatnya dalam jangka panjang.
G.
MANFAAT BREAK-EVEN POINT
·
Menentukan Margin Of Safety
Margin of
Savety erat hubungannya dengan analisis break-even, yaitu untuk menentukan
seberapa jauhkah berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak mengalami
kerugian.
·
Mengatasi Masalah Sales Mix
Masalah
sales mix menjadi penting untuk mengetahui jenis produksi mana yang perlu
didorong, untuk memperoleh profit yang lebih tinggi.
Anggapan
terhadap BEP dalam hubungannya dengan sales mix adalah, BEP akan tetap sama
selama sales mix juga tetap.
BAB
III
P
E N U T U P
A.
Kesimpulan
Break
Even Point (BEP) dapat diartikan sebagai
suatu titik atau keadaan dimana perusahaan di dalam operasinyan tidak
memperoleh keuntungan dan tidak menderita kerugian. Tujuan dari analisis break
event point yaitu untuk mengetahui pada volume penjualan atau produksi
berapakah suatu perusahaan akan mencapai laba tertentu.
Analisis
Break Even Point secara umum dapat memberikan informasi kepada pimpinan,
bagaimana pola hubungan antara volume penjualan, cost/biaya, dan tingkat
keuntungan yang akan diperoleh pada level penjulalan tertentu.
Analisis
break even dapat dirasakan manfaatnya apabila titik break even dapat
dipertahankan selama periode tertentu. Keadaan ini dapat dipertahankan apabila
biaya-biaya dan harga jual adalah konstan, karena naik turunnya harga jual dan
biaya akan mempengaruhi titik break even.
B.
Saran
Apabila
suatu perusahaan memproduksi lebih dari satu macam produk maka komposisi atau
perbandingan antara satu produk dengan produk lain (sales mix) haruslah tetap.
Karena keadaan ini dapat dipertahankan apabila biaya-biaya dan harga jual
adalah konstan, karena naik turunnya harga jual dan biaya akan mempengaruhi
titik break even.
Jadi,Tujuan
dari analisis break event point yaitu untuk mengetahui pada volume penjualan
atau produksi berapakah suatu perusahaan akan mencapai laba tertentu.
Demikianlah
makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila ada saran
dan kritik yang ingin disampaikan, silahkan sampaikan kepada kami. Apabila ada
terdapat kesalahan kami mohon dapat memaafkan dan memakluminya, TERIMAKASIH.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Drs.
Syafrudin MS. 1993. Alat – alat Analisis dalam
Pembelanjaan. Andi Offset. Yogyakarta
Munawir,
Drs. S. 1979. Analisis Laporan keuangan. Liberty. Yogyakarta.
0 komentar:
Posting Komentar