BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Mewujudkan
masyarakat adil dan makmur adalah salah satu tujuan Indonesia merdeka. Oleh
karena itu negara mempunyai kewajiban untuk menciptakan kesejahteraan bagi
rakyatnya secara adil. Salah satu instrumen perwujudan keadilan dan
kesejahteraan itu adalah hukum. Melalui hukum, negara berupaya mengatur
hubungan-hubungan antara orang perorang atau antara orang dengan badan hukum.
Pengaturan ini dimaksudkan supaya jangan ada penzaliman dari yang lebih kuat
kepada yang lemah, sehingga tercipta keadilan dan ketentraman di tengah-tengah
masyarakat.
Salah
satu peraturan yang dibuat oleh pemerintah adalah peraturan yang mengatur
hubungan seseorang di dunia kerja. Pakta menunjukkan bahwa banyak sekali orang
yang bekerja pada orang lain ataupun bekerja pada perusahaan. Oleh sebab itu
hubungan kerja antara seorang pekerja dengan majikannya atau antara pekerja
dengan badan usaha perlu diatur sedemikian rupa supaya tidak terjadi
kesewenang-wenangan yang bisa merugikan salah satu pihak.
B. Rumusan
Masalah
1. Dasar
hukum ketenagakerjaan
2. Hak dan
kewajiban pekerja
3. Hak dan
kewajiban pengusaha
4. Tata
kelola Pengupahan pekerja sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui Undang-Undang tentang
ketenagakerjaan
2.
Untuk mengetahui hak dan kewajiban
sebagai karyawan/pekerja
3.
Untuk mengetahui hak dan kewajiban
sebagai pengusaha
4.
Untuk mengetahui syarat dan ketentuan
mendapatkan upah layak bagi penghidupan kemanusian tenaga kerja
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dasar
Hukum Ketenagakerjaan dan Istilah-Istilah yang menyertainya.
Dasar
hukum tentang ketenagakerjaan di Negara Indonesia adalah UU No. 13 tahun 2003. Di
dalam BAB 1 Ketentuan Umum Pasal 1 UU No. 13 tahun 2003 terdapat beberapa
istilah seperti ketenagakerjaan, tenaga kerja,pekerja, pengusaha, perusahaan, perjanjian kerja, hubungan kerja, dan upah.
Tenaga
kerja disebutkan dalam UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu “Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.” Sedangkan pengertian dari
ketenagakerjaan sesuai dengan Pasal 1 angka 1 UU No. 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan adalah “Ketenagakerjaan
adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum,
selama, dan sesudah masa kerja.”
Dalam
Pasal 1 angka 3, pekerja/buruh ditafsirkan sebagai “setiap orang yang bekerja
dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.”
Dalam
Pasal 1 angka 5, pengusaha juga memiliki
beberapa arti yaitu sebagai “orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum
yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri.” atau “orang perseorangan,
persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan
perusahaan bukan miliknya” atau “orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.”
Dalam
Pasal 1 angka 6, perusahaan adalah “setiap bentuk usaha yang berbadan hukum
atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan
hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh
dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain” atau “usaha-usaha sosial
dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain
dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.”
Dalam
Pasal 1 angka 14, perjanjian kerja adalah “perjanjian antara pekerja/buruh
dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan
kewajiban para pihak.”
Dalam
Pasal 1 angka 15, hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan
pekerja/buruh berdasarkanperjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan,
upah, dan perintah. Dalam Pasal 1 angka
30, upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk
uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh
yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan,
atau peraturan perundangundangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan
keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
Dalam
Pasal 1 angka 31, kesejahteraan pekerja/buruh adalah suatu pemenuhan kebutuhan
dan/atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam maupun
di luar hubungan kerja, yang secara langsung atau tidak langsung dapat
mempertinggi produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat.
B.
Hak dan
Kewajiban sebagai Pekerja.
v Kewajiban-Kewajiban
sebagai Pekerja tertuang dalam UU No. 13 Tahun 2003 antara lain :
1. Pasal
102 ayat ( 2 ) : Dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerja dan
serikat pekerja mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan
keWajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan
aspirasi secara demokrasi, mengembangkan keterampilan dan keahliannya serta
ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta
keluarganya
2. Pasal
126 ayat ( 1 ) : Pengusaha, serikat pekerja dan
pekerja Wajib melaksanakan ketentuan yang ada dalam perjanjian kerja
bersama
3. Pasal
126 ayat ( 2 ) : Pengusaha dan serikat
pekerja Wajib memberitahukan isi perjanjian kerja bersama atau
perubahannya kepada seluruh pekerja
4. Pasal
136 ayat ( 1 ) : Penyelesaian perselisihan hubungan
industrial Wajibdilaksanakan oleh pengusaha dan pekerja atau serikat
pekerja secara musyawarah untuk mufakat
5. Pasal
140 ayat ( 1 ) : Sekurang kurangnya dalam waktu 7 (Tujuh) hari kerja
sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja dan serikat
pekerja Wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan
instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan setempat
v Hak-hak
sebagai pekerja tertuang dalam UU No. 13 Tahun 2003 antara lain :
1. Pasal
5 : Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa
diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan
2. Pasal 6
: Setiap pekerja berHak memperoleh perlakuan yang sama tanpa
diskriminasi dari pengusaha
3. Pasal
11 : Setiap tenaga kerja berHak untuk memperoleh dan/atau
meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat
dan kemampuannya melalui pelatihan kerja
4. Pasal 12
ayat (3) : Setiap pekerja memiliki kesempatan yang sama
untuk mengikuti pelatihan kerja sesuai dengan bidang tugasnya
5. Pasal 18
ayat (1) : Tenaga kerja berHak memperoleh pengakuan kompetensi
kerja setelah mengikuti pelatihan kerja yang diselenggarakan lembaga pelatihan
kerja pemerintah, lembaga pelatihan kerja swasta atau pelatihan ditempat kerja
6. Pasal
23 : Tenaga kerja yang telah mengikuti program pemagangan
berHak atas pengakuan kualifikasi kompetensi kerja dari perusahaan atau
lembaga sertifikasi
7. Pasal
31 : Setiap tenaga kerja mempunyai Hak dan kesempatan yang
sama untuk memilih, mendapatkan atau pindah pekerjaan dan memperoleh
penghasilan yang layak didalam atau diluar negeri
8. Pasal
67 : Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat wajib
memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya
9. Pasal 78
ayat (2) : Pengusaha yang mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja
sebagaimana dimaksud pada Pasal 78 ayat (1) wajib membayar
upah kerja lembur
10. Pasal 79
ayat (1) : Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja
11. Pasal 80 : Pengusaha
wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja untuk melaksanakan
ibadah yang diwajibkan oleh agamanya
12. Pasal
82 : Pekerja perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5
(satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (Satu setengah)
bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan
13. Pasal
84 : Setiap pekerja yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2) huruf b, c dan d, Pasal 80 dan Pasal 82
berHakmendapatkan upah penuh
14. Pasal 85
ayat (1) : Pekerja tidak wajib bekerja pada hari-hari libur
resmi
15. Pasal 86
ayat (1) : Setiap pekerja mempunyai Hak untuk memperoleh perlindungan
atas : Keselamatan dan kesehatan kerja, Moral dan kesusilaan dan Perlakuan yang
sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama
16. Pasal
88 : Setiap pekerja berHak memperoleh penghasilan yang memenuhi
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
17. Pasal 90
: Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah
minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89
18. Pasal 99
ayat (1) : Setiap pekerja dan keluarganya berHak untuk memperoleh
jaminan sosial tenaga kerja
19. Pasal
104 ayat (1) : Setiap pekerja berHak membentuk dan menjadi
anggota serikat pekerja
20. Pasal
137 : Mogok kerja sebagai Hak dasar pekerja dan serikat
pekerja dilakukan secara sah, tertib dan damai sebagai akibat gagalnya
perundingan
21. Pasal
156 ayat ( 1 ) : Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha
diwajibkan membayar uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja serta uang
penggantiHak yang seharusnya diterima
C.
Hak dan
Kewajiban sebagai Pengusaha
v Kewajiban-Kewajiban
sebagai Pengusaha tertuang dalam UU No. 13 Tahun 2003 antara lain :
1.
Memperkerjakan tenaga kerja penyandang
cacat wajib memberikan perlindungan sesuai dengan garis dan derajat kecacatan
nya.(Pasal 67 ayat 1UU No 13 tahun 2003)
2.
Pengusaha wajib memberikan/ menyediakan
angkutan antar Jemput Bagi Pekerja /Buruh Perempuan yang berangkat dan pulang
pekerja antara pukul 23.00 s.d pukul 05.00(Pasal 76 (5) UU No.13 Tahun
2003)
3.
Setiap Pengusaha wajib melaksanakan
ketentuan waktu kerja. (Pasal 77 ayat (1) s.d (4) (UU Ketenagakerjaan )
4.
Pengusaha wajib Memberi Waktu Istirahat
Dan Cuti Kepada Pekerja/Buruh (Pasal 79 UU ketenaga kerjaan)
5.
Pengusaha Wajib memberikan Kesempatan
Secukupnya Kepada Pekerja Untuk Melaksanakan Ibadah yang diwajibkan Oleh Agamanya
(Pasal 80 UU Ketenagakerjaan)
6.
Pengusaha yang memperkerjakan Pekerja /
Buruh Yang melakukan pekerja Untuk Melaksanakan Ibadah yang Di wajib kan oleh
agama nya (Pasal 80 UU Ketenagakerjaan)
7.
Pengusaha Yang Memperkerjakan Pekerja
/Buruh yang melakukan pekerjaan pada hari libur resmi sebagai mana di maksud
pada ayat (2) Wajib membayar Upah kerja lembur (Pasal 85 (3) UU Ketenagakerjaan
)
8.
Pengusaha yang mempekerjakan
pekerja/buruh sekurang-kurang nya 10 (Sepuluh orang wajib membuat peraturan
perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh mentri atau pejabat yang
ditunjuk (Pasal 108 (1) UU Ketenagakerjaan .
9.
Pengusaha Wajib memberitahukan dan
menjelaskan isi serta memberikan naskah peraturan perusahaan atau perubahannya
kepada pekerja/buruh .
10.
Pengusaha wajib memberitahukan secara
tertulis kepada pekerja /serikat buruh,serta instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenaga kerjaan setempat sekurang-kurang nya 7(Tujuh) hari kerja (Pasal
148 UU Ketenaga kerjaan)
11.
Dalam Hal terjadi pemutusan Kerja
pengusah di wajib kan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa
kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima (pasal 156 (1) UU
ketenagakerjaan)
12.
Dalam hal pekerja /buruh di tahan pihak
yang berwajib karena di duga melakukan tindak pidana bukan bukan atas pengaduan
pengusaha,maka pengusaha tidak wajib memberikan bantuan kepada keluarga
pekerja,buruh yang menjadi tanggungannya. (Pasal 160 ayat (1) UU
ketenagakerjaan)
13.
Pengusaha wajib membayar kepada pekerja
,buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja sebagaimana di maksud pada ayat
(3)dan ayat (5), uang penghargaan masa kerja 1(satu) kali ketentuan pasal
156 ayat (4)
14.
Untuk Pengusaha di larang membayar upah
lebih rendah dari upah minimum sebagaimana di maksud dalam pasal 89 (Pasal 90
UU Ketenagakerjaan)
15.
Pengusaha Wajib MembayarUpah/pekerja/buruh
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 91 UU Ketenagakerjaan
)
16.
Kewajiban Pengusaha lainnya bisa dilihat
dalam pasal 33 ayat (2) UU ketenagakerjaan
D.
Tata
kelola Pengupahan pekerja sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan.
1. Cakupan
Pengupahan
Undang-undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) pada
Bab 10 mengatur tentang Pengupahan. Menurut Pasal 88 ayat (1) UU
Ketenagakerjaan, setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang
memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Kebijakan pemerintah mengenai
pengupahan yang melindungi pekerja/buruh meliputi:
a). upah
minimum;
b). upah kerja lembur;
c). upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
d). upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
e). upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
f). bentuk dan cara pembayaran upah
g). denda dan potongan upah;
h). hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
i). struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
j). upah untuk pembayaran pesangon; dan
k). upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
b). upah kerja lembur;
c). upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
d). upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
e). upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
f). bentuk dan cara pembayaran upah
g). denda dan potongan upah;
h). hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
i). struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
j). upah untuk pembayaran pesangon; dan
k). upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
Pasal 89
UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa upah minimum ditetapkan pemerintah
berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan
pertumbuhan ekonomi. Upah minimum dapat terdiri atas upah minimum berdasarkan
wilayah provinsi atau kabupaten/kota dan upah minimum berdasarkan sektor pada
wilayah provinsi atau kabupaten/kota.
2.
Larangan dalam Pengupahan
Pengusaha
dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 89 UU Ketenagakerjaan. Dalam hal pengusaha yang tidak mampu
membayar upah minimum yang telah ditentukan tersebut, dapat dilakukan
penangguhan yang tata cara penangguhannya diatur dengan Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: KEP.231/MEN/2003
tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum.
Kemudian,
pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan
pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari
ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Jika kesepakatan tersebut lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan, maka kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan pengusaha
wajib membayar upah pekerja/buruh menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
3.
Struktur Skala Upah
Pengusaha
menyusun struktur dan skala upah dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa
kerja, pendidikan, dan kompetensi. Peninjauan upah secara berkala tersebut
dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas. Ketentuan mengenai
struktur dan skala upah diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : KEP.49/MEN/2004 tentang
Ketentuan Struktur dan Skala Upah.
4.
Kewajiban Pembayaran Upah
Upah
tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan. Namun, pengusaha
wajib membayar upah apabila:
a) pekerja/buruh
sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
b) pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
c) pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia;
d) pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara;
e) pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
f) pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha;
g) pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat;
h) pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha; dan
i) pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.
b) pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
c) pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia;
d) pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara;
e) pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
f) pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha;
g) pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat;
h) pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha; dan
i) pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.
Pengaturan
pelaksanaan ketentuan di atas, ditetapkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan
Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama.
5. Perhitungan Upah Pokok
Dalam
hal komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap, maka besarnya
upah pokok sedikit-dikitnya 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah upah
pokok dan tunjangan tetap.
6. Sanksi
Pelanggaran
yang dilakukan oleh pekerja/buruh karena kesengajaan atau kelalaiannya dapat
dikenakan denda. Kemudian, pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaiannya
mengakibatkan keterlambatan pembayaran upah, dikenakan denda sesuai dengan
persentase tertentu dari upah pekerja/buruh. Pengenaan denda kepada pengusaha
dan/atau pekerja/buruh, dalam pembayaran upah diatur oleh Pemerintah.
Dalam
hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari
pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya.
7.
Kadaluarsa
Tuntutan pembayaran upah pekerja/buruh dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja menjadi kadaluarsa, setelah melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun sejak timbulnya hak. Ketentuan mengenai penghasilan yang layak, kebijakan pengupahan, kebutuhan hidup yang layak, dan perlindungan pengupahan, penetapan upah minimum, dan pengenaan denda diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Tuntutan pembayaran upah pekerja/buruh dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja menjadi kadaluarsa, setelah melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun sejak timbulnya hak. Ketentuan mengenai penghasilan yang layak, kebijakan pengupahan, kebutuhan hidup yang layak, dan perlindungan pengupahan, penetapan upah minimum, dan pengenaan denda diatur dengan Peraturan Pemerintah.
E. Kasus
Dalam makalah ini kami akan mengambil satu kasus
yang dialami oleh Sdr. SP dan Sdr. MBU sebagai pekerja serta PT.AI sebagai
Pengusaha. Dalam kasus ini pihak pekerja merasa telah dirugikan oleh pihak pengusaha
dalam urusan pembayaran upah khususnya upah lembur. Pihak pekerja selama ini
tidak mendapatkan bayaran upah atas pekerjaan yang telah dilakukan di luar jam
kerja wajib atau lebih dikenal dengan lembur.
Dalam kasus ini pihak pengusaha
tidak memenuhi salah satu kewajibannya sebagai pemberi kerja yaitu pihak yang
mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dengan bentuk
lain. Pihak pekerja telah memenuhi segala ketentuan perusahaan dengan bersedia
untuk melakukan kerja lembur maupun perjalanan dinas untuk pekerjaan di luar
kota. Namun begitu, pihak pengusaha tidak memberikan upah lembur sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Upaya-upaya telah dikerahkan oleh
pihak pekerja untuk menuntut hak mereka. Mulai dari berbicara dengan atasan
langsung hingga menghadap ke Departemen HRD PT. AI sebagai pihak perwakilan
perusahaan yang mengurusi permasalahan karyawan. Walaupun begitu hasilnya
nihil. Pihak perusahaan berdalih jika pembayaran upah lembur dan perjalanan
dinas telah digabungkan dalam pembayaran gaji bulanan pekerja. Menurut
perusahaan, pihak pekerja telah setuju dengan kesepakatan tersebut sebelumnya
dengan bukti penandatanganan perjanjian kerja di awal jenjang karir.
Faktanya, dalam pembayaran gaji
pekerja memang hanya menyertakan 2 komponen upah yaitu Gaji pokok dan Tunjangan
mutasi. Jelas ini merupakan pelanggaran yag dilakukan oleh pengusaha dalam
menunaikan kewajibannya dan memberikan hak-hak pekerjanya yang tertuang dalam
pasal 78 ayat (1) UU No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Dalam pasal itu
disebutkan bahwa pengusaha
yang mempekerjakan pekerja/buruh (karyawan) melebihi ketentuan waktu kerja
normal sesuai dengan pola waktu kerja yang ditentukan (dalam Pasal 77
ayat [2] UUK) wajib membayar upah kerja lembur sesuai peraturan
perundang-undangan (yakni pasal 78 ayat [2] dan ayat [3] dan pasal 11 jo. pasal
10 dan pasal 8 Kepmenakertrans No. KEP-102/MEN/VI/2004 tentang Waktu Kerja
Lembur dan Upah Kerja Lembur).
Ketentuan waktu kerja
lembur dan upah kerja lembur tersebut, tidak berlaku bagi sektor
usaha atau pekerjaan tertentu. Berdasarkan pasal 78 ayat (4) UUK untuk sektor
usaha atau pekerjaan tertentu diatur lebih lanjut secara khusus oleh Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Namun, hingga saat ini pengaturan mengenai
ketentuanwaktu kerja/waktu kerja lembur serta upah kerja
lembur bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu, baru ada 2
(dua)Peraturan,yakni:
1. Kepmenakertrans. No. 234/Men/2003 tentang
Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Pada Sektor Usaha Energi dan Sumber Daya
Mineral Pada Daerah Tertentu.
2. Permenakertrans. No. 15/Men/VII/2005 tentang
Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Pada Sektor Usaha Pertambangan Umum Pada Daerah
Operasi Tertentu.
Sedangkan untuk sektor usaha atau
pekerjaan tertentu lainnya yang hingga saat ini belum diatur secara khusus,
dapat diperjanjikan oleh para pihak dalam Perjanjian Kerja (PK) dan Peraturan Perusahaan
(PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dengan tetap mengindahkan ketentuan
umum, yaitu:
a. Maksimum
7 jam per-hari untuk pola waktu kerja 6:1 atau maksimum 8 jam per-hari untuk
pola waktu kerja 5:2 (Pasal 77 ayat (2) UUK;
b. Apabila melebihi
ketentuan waktu kerja yang ditentukan sebagaimana tersebut, wajib
diperhitungkan sebagai waktu kerja lembur dengan hak
memperoleh upah kerja lembur.;
c. Pelaksanaan
waktu kerja lembur, harus memenuhi syarat-syarat, antara lain : persetujuan
(masing-masing) dari pekerja yang bersangkutan; waktu kerja lembur hanya
maksimum 3 (tiga) jam per-hari (untuk lembur pada hari kerja; dan
komulatif waktu kerja lembur per-minggu maksimum 14 jam, kecuali
lembur dilakukan pada waktu hari istirahat mingguan/hari libur resmi (Pasal 78
ayat (1) UUK jo Pasal 3 ayat (2) Kepmenakertrans No. KEP-102/MEN/VI/2004.
Pada dasarnya, ketentuan mengenai
lembur secara umum telah diatur dalam Pasal 77 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”). Dalam
pasal ini disebutkan:
(1) Setiap pengusaha wajib melaksanakan
ketentuan waktu kerja.
(2) Waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) meliputi:
a. 7
(tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6
(enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
b. 8
(delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5
(lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. (3) Ketentuan waktu kerja
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku bagi sektor usaha atau
pekerjaan tertentu. (4) Ketentuan mengenai waktu kerja pada sektor usaha
atau pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan
Keputusan Menteri.
Adapun aturan
khusus yang mengatur mengenai waktu kerja lembur dan upah kerja lembur
adalah Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia
No. KEP-102/MEN/VI/2004 Tahun 2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja
Lembur (“Kepmenakertrans 102/VI/2004”).
Menurut Pasal
1 Kepmenakertrans 102/VI/2004, waktu kerja lembur adalah waktu kerja
yang melebihi 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam 1(satu) minggu
untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau 8 (delapan) jam sehari
dan 40(empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1
(satu) minggu; atau waktu kerja padahari istirahat mingguan dan atau pada hari
libur resmi yang ditetapkan Pemerintah. pada dasarnya pengusaha wajib mematuhi
ketentuan waktu kerja yang disebut dalam Pasal 77 UU Ketenagakerjaan dan
apabila melebihi waktu-waktu yang disebut dalam Pasal 1 Kepmenakertrans
102/VI/2004, maka dinamakan waktu kerja lembur.
Pengusaha yang
mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud di atas
berdasarkan Pasal 78 ayat (1) UU Ketenagakerjaan harus memenuhi
syarat:
Hal
penting lainnya adalah lembur itu harus didasari oleh persetujuan karyawan yang
bersangkutan dan pengusaha yang mempekerjakan karyawan melebihi waktu kerja wajib
membayar upah kerja lembur.
Ini artinya,
pemberian uang lembur dalam konteks pertanyaannya sifatnya bagi perusahaan
tersebut adalah wajib. Pemberian upah lembur didasarkan pada lebihnya ketentuan
waktu kerja yang seharusnya dan tidak dikaitkan dengan sudahnya upah karyawan
di atas UMP.
Menurut Pasal
90 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, pengusaha dilarang membayar
upah lebih rendah dari upah minimum, baik upah minimum (UM)
berdasarkan wilayah propinsi atau kabupaten
kota(yang sering disebut Upah Minimum Regional, UMR) maupun upah
minimum berdasarkan sektor pada wilayah propinsi atau
kabupaten/kota (Upah Minimum Sektoral, UMS). Dengan kata lain, dibayarnya
upah karyawan yang sudah melebihi UMP tidak serta merta menghapuskan kewajiban
perusahaan untuk memberi upah kerja lembur bagi karyawannya yang bekerja
lembur.
Intinya
adalah pekerja merasa sangat dirugikan karena dengan dan/atau tanpa
melaksanakan kerja lembur akan tetap menerima upah yang sama.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam
ringkasan Undang-undang tentang Ketenagakerjaan, Hak dan Kewajiban terhadap
para tenaga kerja diatas dapat kita simpulkan, bahwa hubungan antara pengusaha
dengan tenaga kerja haruslah diselingi dan diimbangi dengan adanya hak-hak dan
kewajiban diantara keduanya supaya tidak terjadi kesetimpangan atau
penyalahgunaan kekuasaan. Oleh karena itu para tenaga kerja dan pengusaha
selaku pemegang kekuasaan haruslah patuh dan tunduk kepada
aturan-aturan yang berlaku didalam ruang lingkup kerjanya (Perjanjian kerja)
Para tenaga
kerja mempunyai beban kewajiban yang tidak dapat dipisahkan dalan status
kerjanya, diantaranya para tenaga kerja harus menjaga ketertiban demi
kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokrasi, mengembangkan
keterampilan dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan
kesejahteraan anggota beserta keluarganya, yang terpenting melaksanakan
ketentuan yang ada dalam perjanjian kerja bersama. Dengan demikian maka para
tenaga kerja akan secara otomatis mendapatkan hak-haknya selaku tenaga kerja
diantaranya memperoleh perlakuan yang sama
Dalam hal pemberian upah pekerja
maka perusahaan sebaiknya mempertimbangkan dan mematuhi peraturan tentang
ketenagakerjaan yaitu mengacu kepada UU No.13 tahun 2003.
Perusahaan hendaknya memberikan upah yang penuh,
baik itu gaji pokok, upah lembur, maupun tunjangan-tunjangan lain yang telah
tersurat dalam peraturan tersebut. Hal ini juga hendaknya dipenuhi demi
tercapainya kondisi kerja yang ideal bagi pengusaha dan pekerja demi mencapai
kesejahteraan bersama.
Sebagai pekerja hendaknya kita
juga memahami segala peraturan perundang-undangan sebagai payung hukum bagi
tenaga kerja. Agar kedepannya dapat menuntut hak-haknya secara penuh sebagai
tenaga kerja apabila dikemudian hari ditemukan pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukan oleh pengusaha atau perusahaan.
B. Saran
1.
Pekerja wajib mengetahui peraturan
perundang-undangan sebagai payung hukum tenaga kerja di Indonesia.
2.
Jangan ragu untuk berkomunikasi dengan
pihak perusahaan jika dirasa ada hak-hak sebagai pekerja yang belum dipenuhi.
3.
Utamakan musyawarah dengan serikat
pekerja jika dirasa perlu untuk membantu kelancaran proses mendapatkan hak-hak
tersebut.
4.
Cermati segala poin yang tertuang dalam
perjanjian kerja sebelum menyetujuinya dan tanyakan jika ada poin yang belum
jelas kepada pihak perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Keputusan
Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia No.
KEP-102/MEN/VI/2004 Tahun 2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur
Manulang,
SH., 1995, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Rineka Cipta,
Jakarta, Cetakan kedua
Undang-Undang
No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
0 komentar:
Posting Komentar