BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Pendahuluan
Salah
satu agenda pembangunan Indonesia, difokuskan pada penanggulangan kemiskinan,
pengurangan kesenjangan dan peningkatan kesempatan kerja. Untuk menanggulangi
ketiga masalah tersebut pemerintah berusaha membangkitkan sektor perekonomian
mikro, pada dasarnya 97 % usaha kecil di Indonesia memiliki omset dibawah Rp.
50 Juta/tahun, meskipun batas atas omset usaha kecil adalah sampai Rp. 1
Miliar. jika Indonesia ingin menjangkau usaha kecil terutama usaha kecil-kecil
atau usaha mikro tersebut semestinya secara khusus mengarahkan perhatiannya
pada kelompok ini karena mereka mewakili lebih dari 33 Juta pelaku usaha.
Sampai saat ini hampir belum terlihat adanya program khusus pemberdayaan usaha
mikro, padahal lapisan inilah penyedia lapangan kerja terbesar di Indonesia.
Untuk
mendorong usaha mikro ini sangat disadari bahwa modal bukanlah satu-satunya
pemecahan, namun ketersediaan modal sangat vital untuk menjangkau hal tersebut.
Untuk menjawab permasalahan keterbatasan modal serta dengan kemampuan fiskal
pemerintah yang semakin berkurang, maka perlu lebih mengoptimalkan potensi
lembaga keuangan yang dapat menjadi alternatif sumber dana bagi masyarakat.
Salah satu kelembagaan keuangan yang dapat dimanfaatkan dan didorong untuk membiayai
kegiatan perekonomian di pedesaan yang mayoritas usaha penduduknya masuk dalam
segmen mikro adalah Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Oleh sebab itu dengan
hadirnya Lembaga Keuangan Mikro dirasakan mampu memenuhi pembiayaan bagi pelaku
usaha kecil maupun menengah.
Usaha
Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan
ekonomi nasional, oleh karena selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan
penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil
pembangunan. Dalam krisis ekonomi yang terjadi di negara kita sejak beberapa
waktu yang lalu, dimana banyak usaha berskala besar yang mengalami stagnasi
bahkan berhenti aktifitasnya, sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terbukti
lebih tangguh dalam menghadapi krisis tersebut. Mengingat pengalaman yang telah
dihadapi oleh Indonesia selama krisis, kiranya tidak berlebihan apabila
pengembangan sektor swasta difokuskan pada UKM, terlebih lagi unit usaha ini
seringkali terabaikan hanya karena hasil produksinya dalam skala kecil dan
belum mampu bersaing dengan unit usaha lainnya.
Pengembangan
UKM perlu mendapatkan perhatian yang besar baik dari pemerintah maupun
masyarakat agar dapat berkembang lebih kompetitif bersama pelaku ekonomi
lainnya. Kebijakan pemerintah ke depan perlu diupayakan lebih kondusif bagi
tumbuh dan berkembangnya UKM. Pemerintah perlu meningkatkan perannya dalam
memberdayakan UKM disamping mengembangkan kemitraan usaha yang saling
menguntungkan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil, dan meningkatkan kualitas
Sumber Daya Manusianya.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah dari makalah ini adalah Bagaimana mengetahui pengantar LKM dan
UKM ?
C.
Tujuan
dan Manfaat Penulisan Makalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah
Untuk mengetahui pengantar LKM dan UKM ?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Definisi UKM di Indonesia
Beberapa
lembaga atau instansi bahkan UU memberikan definisi Usaha Kecil Menengah (UKM),
diantaranya adalah Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
(Menegkop dan UKM), Badan Pusat Statistik (BPS), Keputusan Menteri Keuangan No
316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, dan UU No. 20 Tahun 2008. Definisi UKM
yang disampaikan berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Menurut
Kementrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM),
bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha Mikro (UMI), adalah
entitas usaha yang mempunyai memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp
200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki
penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000. Sementara itu, Usaha Menengah
(UM) merupakan entitas usaha milik warga negara Indonesia yang memiliki
kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000 s.d. Rp 10.000.000.000, tidak
termasuk tanah dan bangunan.
Badan
Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UKM berdasarkan kunatitas tenaga
kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5
s.d 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitias usaha yang memiliki
tenaga kerja 20 s.d. 99 orang. Berdasarkan Keputuasan Menteri Keuangan Nomor
316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, usaha kecil didefinisikan sebagai
perorangan atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan/usaha yang mempunyai
penjualan/omset per tahun setinggi-tingginya Rp 600.000.000 atau aset/aktiva
setinggi-tingginya Rp 600.000.000 (di luar tanah dan bangunan yang ditempati)
terdiri dari : (1) badang usaha (Fa, CV, PT, dan koperasi) dan (2) perorangan
(pengrajin/industri rumah tangga, petani, peternak, nelayan, perambah hutan,
penambang, pedagang barang dan jasa).
B.
Klasifikasi UKM
Dalam
perspektif perkembangannya, UKM dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat)
kelompok yaitu :
1. Livelihood
Activities, merupakan UKM yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari
nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sektor informal. Contohnya adalah
pedagang kaki lima
2. Micro
Enterprise, merupakan UKM yang memiliki sifat pengrajin tetapi belum memiliki
sifat kewirausahaan
3. Small
Dynamic Enterprise, merupakan UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan
mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor
4. Fast
Moving Enterprise, merupakam UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan
akan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar (UB)
C.
Kinerja UKM di Indonesia
UKM di
negara berkembang, seperti di Indonesia, sering dikaitkan dengan
masalah-masalah ekonomi dan sosial dalam negeri seperti tingginya tingkat
kemiskinan, besarnya jumlah pengangguran, ketimpangan distribusi pendapatan,
proses pembangunan yang tidak merata antara daerah perkotaan dan perdesaan,
serta masalah urbanisasi. Perkembangan UKM diharapkan dapat memberikan
kontribusi positif yang signifikan terhadap upaya-upaya penanggulangan
masalah-masalah tersebut di atas.
Karakteristik
UKM di Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh AKATIGA, the
Center for Micro and Small Enterprise Dynamic (CEMSED), dan the Center for
Economic and Social Studies (CESS) pada tahun 2000, adalah mempunyai daya tahan
untuk hidup dan mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kinerjanya selama krisis
ekonomi. Hal ini disebabkan oleh fleksibilitas UKM dalam melakukan penyesuaian
proses produksinya, mampu berkembang dengan modal sendiri, mampu mengembalikan
pinjaman dengan bunga tinggi dan tidak terlalu terlibat dalam hal birokrasi.
D.
Bentuk
Lembaga Keuangan Mikro (LKM)
LKM di
Indonesia amat beraneka ragam dan umumnya beroperasi di pedesaan.Menurut Wijono
(2005) seperti yang dikutip oleh Ashari (2006: 148) membagi LKM menjadi tiga
bentuk, yaitu:
1. Lembaga
formal seperti bank desa dan koperasi,
2. Lembaga
semi formal misalnya organisasi nonpemerintah, dan
3. Sumber-sumber
informal, misalnya pelepas uang.
Sedangkan
menurut Usman, Suharyo, Sulaksono, Mawardi, Toyamah, dan Akhmadi (2004)
sebagaimana dikutip oleh Ashari (2006: 148) membagi LKM di Indonesia menjadi 4 golongan
besar, yaitu:
1. LKM
formal, baik bank maupun nonbank;
2. LKM
non formal, baik berbadan hukum ataupun tidak;
3. LKM
yang dibentuk melalui program pemerintah;
4. LKM
informal seperti rentenir ataupun arisan.
Sementara itu, Soetanto Hadinoto
(2005: 71), mengemukakan bahwa:
Secara
umum, LKM di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu bersifat
formal dan informal. LKM formal terdiri dari bank dan nonbank. LKM formal bank
diantaranya Badan Kredit Desa (BKD), Bank Perkreditan Rakyat (BPR), BNI, mandiri
unit mikro, Danamon Simpan Pinjam (DSP), dan BRI Unit. Sementara LKM formal
nonbank mencakup Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan (LDKP), koperasi (Koperasi
Simpan Pinjam/KSP dan Koperasi Unit Desa/KUD), dan pegadaian.Adapun LKM
informal terdiri dari berbagai kelompok dan Lembaga Swadaya Masyarakat (KSM dan
LSM), Baitul Mal Wat Tamwil (BMT), Lembaga Ekonomi Produktif Masyarakat Mandiri
(LEPM), Unit Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UEDSP) serta berbagai bentuk kelompok
lainnya.
Berdasarkan
beberapa pendapat tersebut, disimpulkan bahwa bentuk LKM dibedakan menjadi dua,
yaitu formal dan informal. Perbedaan mendasar kedua LKM tersebut karena LKM
formal memiliki badan hukum, sementara LKM informal berasal dari pribadi atau
kelompok yang tidak berbadan hukum. LKM formal terdiri dari bank yaitu BPR dan
bank-bank konvesional yang khusus menangani kredit usaha seperti Mandiri Unit
Mikro, Danamon Simpan Pinjam, BRI unit, dan lain-lain, serta bukan bank seperti
koperasi. Sedangkan LKM informal diantaranya adalah LSM, rentenir, dan arisan.
E.
Peran
Lembaga Keuangan Mikro (LKM)
Keberadaan
LKM menjadi faktor kritikal dalam usaha
penanggulangan kemiskinan yang efektif. Menurut Krishnamurti (2003) sebagaimana
dikutip oleh Ashari (2006: 153) menyebutkan peningkatan akses dan pengadaan
sarana penyimpanan, pembiayaan dan asuransi yang efisien dapat membangun
keberdayaan kelompok miskin dan peluang mereka untuk keluar dari kemiskinan,
melalui:
1. Tingkat
konsumsi yang lebih pasti dan tidak befluktuasi
2. Mengelola
risiko dengan lebih baik
3. Secara bertahap memiliki kesempatanuntuk membangun
aset
4. Mengembangkan kegiatan usaha mikronya
5. Menguatkan
kapasitas perolehan pendapatannya
6. Dapat
merasakan tingkathidup yang lebih baik.
Tanpa
akses yang cukup pada LKM, hampir seluruh rumah tangga miskin akan bergantung pada kemampuan pembiayaannya sendiri yang sangat terbatas
atau pada lembaga keuangan informal seperti rentenir, tengkulak atau pelepas
uang. Kondisi ini akan membatasi kemampuan kelompok miskin berpartisipasi dan
mendapat manfaat dari peluang pembangunan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Beberapa
lembaga atau instansi bahkan UU memberikan definisi Usaha Kecil Menengah (UKM),
diantaranya adalah Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
(Menegkop dan UKM), Badan Pusat Statistik (BPS), Keputusan Menteri Keuangan No
316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, dan UU No. 20 Tahun 2008.
Secara
umum, LKM di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu bersifat
formal dan informal. LKM formal terdiri dari bank dan nonbank. LKM formal bank
diantaranya Badan Kredit Desa (BKD), Bank Perkreditan Rakyat (BPR), BNI,
mandiri unit mikro, Danamon Simpan Pinjam (DSP), dan BRI Unit. Sementara LKM
formal nonbank mencakup Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan (LDKP), koperasi
(Koperasi Simpan Pinjam/KSP dan Koperasi Unit Desa/KUD), dan pegadaian.Adapun
LKM informal terdiri dari berbagai kelompok dan Lembaga Swadaya Masyarakat (KSM
dan LSM), Baitul Mal Wat Tamwil (BMT), Lembaga Ekonomi Produktif Masyarakat
Mandiri (LEPM), Unit Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UEDSP) serta berbagai bentuk
kelompok lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://infoukm.wordpress.com/2008/08/
http://id.wikipedia.org/wiki/Usaha_Kecil_dan_Menengah
http://www.danabergulir.com/layanan/skim-pinjaman-pembiayaan/pembiayaan-kepada-koperasi-dan-usaha-kecil-dan-menengah-kukm-melalui-perusahaan-modal-ventura-pmv
0 komentar:
Posting Komentar